Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Sabtu, 28 Agustus 2021 | 15:03 WIB
Seorang pengendara melintas di depan coretan Dibungkam di Jalan Nitikan Baru, Umbulharjo, Kota Jogja, Jumat (27/8/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]
Petugas dari Satpol PP Kota Yogyakarta menghapus tulisan mural di Jembatan Kewek, Senin (23/08/2021). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

Peraih Juara Mural di salah satu even di Jogja pada 2018 lalu ini mengungkapkan bahwa penghapusan mural di Jembatan Kewek itu juga tidak ada unsur urgensi yang harus segera dilakukan aparat. Kecuali memang dari teks muralnya terdapat unsur politis yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan membangun suasana yang membuat sebagian orang marah.

Enka menyebut bahwa seiring berkembangnya zaman dan situasi sosial masyarakat segaris juga dengan perkembangan seni di suatu tempat. Sebelumnya, mural yang biasa dibuat lebih banyak bentuk artistik hingga karakter.

Ia tak menampik jika memang gaya mural yang dia perhatikan akhir-akhir ini cukup banyak dengan lukisan sebuah kalimat dan kata-kata. Namun begitu tak melulu gaya mural yang dibawa full dengan lukisan berbentuk kalimat.

“Menurut saya itu seni juga, sebuah ungkapan masyarakat melalui mural. Itu tak menjadi masalah meskipun itu lahir dari impact dan kesadaran seniman atas apa yang dia rasakan. Jadi saya membandingkan sebelum Covid-19 dan sesudahnya,” terang seniman asal Klaten yang berdomisili di Jogja itu.

Baca Juga: Ramai Soal Penghapusan Mural di Jembatan Kewek, Begini Respon Walikota Jogja

Cukup berlebihan jika pemerintah terlalu resisten dari sebuah kata-kata yang diciptakan dari sebuah mural. Enka tak mengetahui secara pasti apa saja karakter atau tulisan dari sebuah bentuk seni yang masuk dalam kategori berbahaya versi pemerintah.

“Memang ada aturan hingga perdanya ya? tapi saya tidak melihat begitu spesifik apa saja yang mereka nilai salah dan benar,” ujar dia.

Menggugah Kesadaran Lewat Sayembara Mural “Dibungkam

Penghapusan mural di Jembatan Kewek pada akhirnya dijadikan momentum untuk membangun kesadaran kolektif lewat sayembara yang digelar akun Instagram Gejayan Memanggil. Berbentuk lomba mural yang bisa diikuti oleh seluruh seniman indonesia, orientasi sayembara ini adalah mendapat nilai lebih ketika mural dihapus paling cepat oleh aparat.

Dihubungi melalui pesan singkat, Mimin Muralis (nama disamarkan) salah satu pengelola akun menyebut bahwa sayembara ini akan dilakukan selama satu bulan ke depan. Bahkan tak akan menutup kemungkinan menambah durasi waktu jika respon seniman di media sosial bertambah banyak.

Baca Juga: Mural di Jembatan Kewek Dihapus Aparat, Seniman Sebut Kurang Kerjaan

“Jumlahnya belum terhitung, namun cukup banyak dan pesertanya dari seluruh indonesia,” terang dia.

Lebih lanjut, kegiatan ini tidak hanya reaksi atas munculnya tindakan aparat menghapus ekspresi dan pendapat masyarakat dari sebuah mural. Namun baginya, hal ini untuk mengembalikan dan membangun kesadaran orang-orang dengan dugaan penindasan yang terjadi.

Mural di salah satu gang Kampung Ki Mangunsarkoro, Pakualaman, Kota Jogja, Jumat (27/8/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

“Mungkin lebih ke membangun kesadaran dan membangun persatuan untuk melawan penindasan. Seperti itu kurang lebih,” katanya.

Bukan uang, hadiah yang ditawarkan oleh penyelenggara. Melainkan barang-barang seperti sepatu, buku, bahkan pernak-pernik unik menjadi hadiah bagi peserta.

“Jika uang, itu membuat buta. Hadiah yang kami berikan nanti kepada mereka semuanya barang,” singkatnya.

Sayembara lomba itu, menurut Enka, Seniman Jogja 27 tahun yang juga cukup banyak berkolaborasi dengan seniman luar Negeri seperti Portland, Amerika Serikat dan Australia itu tidak salah. Bisa jadi menggairahkan kembali seniman street art Jogja, bahkan seluruh Indonesia untuk bersenang-senang.

Load More