SuaraJogja.id - Penataan serta rencana relokasi PKL Malioboro masih menimbulkan polemik hingga saat ini. Relokasi yang rencananya dilakukan Januari 2022 ini dinilai tidak ada transparansi, keterbukaan dan partisipasi masyarakat dengan rencana tersebut.
Melihat ada potensi pelanggaran yang dilakukan pemerintah terhadap ribuan PKL Malioboro, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Yogyakarta membuka rumah aduan untuk para pedagang.
Divisi Penelitian LBH Kota Yogyakarta, Era Harivah menerangkan bahwa rumah aduan dibuka setiap pekan kepada para pedagang yang merasa dirugikan dengan kebijakan Pemda DIY yang disebut tergesa-gesa.
"Kebijakan ini sangat tergesa-gesa, dilihat dari kondisi saat ini yang masih dalam situasi pandemi Covid-19, dimana pedagang belum mengalami pemulihan ekonomi secara baik. Jadi kurang tepat jika PKL direlokasi saat berusaha memperbaiki perekonomiannya," ujar Era saat konferensi pers di Kantor LBH Kota Yogyakarta, Selasa (11/1/2022).
Baca Juga: Warga Brontokusuman Terancam Digusur dari Bantaran Kali Code, LBH Jogja: Peluang Diskresi
Kedua yang menjadi sorotannya adalah pola perekonomian rakyat yang sudah lama dilakukan PKL di Malioboro. Dimana akan mempengaruhi pendapatan pedagang ketika berpindah.
Era mengungkapkan selama wacana relokasi ini muncul, tidak ada pelibatan atau partisipasi masyarakat. Baik pihak yang beraktivitas di Malioboro, budayawan ataupun akademisi.
"Jadi mereka penting untuk dilibatkan. Selain itu identitas sosial budaya Malioboro bisa saja hilang. Ikon Malioboro dengan PKL yang ada di sepanjang jalan itu sudah dikenal. Bahkan besarnya nama Malioboro karena kontribusi dari pedagang, becak hingga andong yang ada di sana," kata dia.
Ia juga menyebut, bahwa urgensi dari relokasi ini harus jelas disampaikan ke publik. Sehingga tidak menimbulkan kebingungan kepada para PKL.
Satu hal lagi yang mendorong LBH memberikan wadah bagi pedagang adalah potensi pelanggaran administrasi. Seperti pelanggaran hak hidup yang diatur di dalam Pasal 28 A UUD 1945. Selain itu hak penghidupan yang layak diatur dalam Pasal 9 UU nomor 39/1999 tentang HAM.
Baca Juga: Kantor LBH Jogja Sempat Diteror, Kriminolog UGM: Fenomena Ancaman Pasti Terjadi
Adapun potensi pelanggaran standar penghidupan yang layak dimana diatur dalam Pasal 11 (1) Kovenan Ekonomi Sosial Budaya yang telah diratifikasi melalui UU nomor 11/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya.
Berita Terkait
-
RUU TNI, Liga Korupsi, dan Pengalihan Isu: Masyarakat Jangan Lengah!
-
Beda dengan Rano Karno, Pramono Tak Mau Bicara Relokasi Warga Korban Banjir: Takut Dikira Ngarang
-
Saat Kritik Dianggap Berlebihan: Seberapa Penting Transparansi Pemerintah?
-
Ultimatum Israel: Bebaskan Sandera atau Perang Baru di Gaza!
-
Macron Kecam Rencana Relokasi Warga Palestina yang Diusulkan Donald Trump
Terpopuler
- Dukung Penyidik Tahan Nikita Mirzani, Pakar Justru Heran dengan Dokter Reza Gladys: Kok Bisa...
- Hotman Paris Skakmat Fidaus Oiwobo, Ketahuan Bohong Soal Keturunan Sultan Bima
- Mees Hilgers Berpotensi Tinggalkan Tim
- Ria Ricis Bantu Pengobatan Keponakan Ratusan Juta, Keberadaan Suami Oki Setiana Dewi Dipertanyakan
- Kunjungi Nunung ke Kost, Momen Raffi Ahmad Transfer Uang Jadi Perbincangan
Pilihan
-
Eks Pemain Feyenoord: Semua Bersatu Dukung Timnas Indonesia
-
Jelang Australia vs Timnas Indonesia, Ketua Umum NOC: Kita Menanti Langkah Besar PSSI
-
RUU TNI, Liga Korupsi, dan Pengalihan Isu: Masyarakat Jangan Lengah!
-
RUU TNI: Reformasi Militer atau Kemunduran Demokrasi?
-
Bersiap dengan Wujud Kekinian Toyota Yaris yang Irit Banget, Tak Lagi Mampir SPBU
Terkini
-
Diduga Kehilangan Konsentrasi, Pemotor Tewas Tabrak Truk di Jalan Solo
-
BRI Perkenalkan Fitur Pemesanan Tiket Kapal, Mudah dan Cepat di BRImo
-
Antisipasi Kecurangan Takaran Terulang, Mendag Bakal Kontrol Ketat Produksi Minyakita
-
Berdayakan Tukang Becak Kayuh di Bulan Ramadan, Muhammadiyah Bagikan Becak Listrik 1912
-
Pedagang di Gunungkidul Keluhkan Pasar Kian Sepi, Sebagian Terpaksa Memilih Tutup