SuaraJogja.id - Gunungkidul kembali menjadi sorotan dunia internasional karena tingginya angka kasus bunuh diri. Tercatat dalam satu dekade terakhir ada sebanyak 32 kasus bunuh diri yang terjadi.
Indonesia Private Industri (IPI), organisasi berbasis di Singapura yang fokus pada kesehatan mental di Asia, kini berkolaborasi dengan para psikolog Indonesia tengah membangun perspektif global untuk menangani kasus bunuh diri di Gunungkidul.
Pendekatan berbasis budaya lokal diharapkan mampu menciptakan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan kesehatan mental.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono, menyoroti bahwa masyarakat Gunungkidul sebenarnya memiliki akses yang baik terhadap layanan kesehatan mental. Namun, stigma negatif terkait kesehatan mental masih menjadi tantangan besar.
"Tidak ada yang sendirian dalam menghadapi permasalahan. Menghapus stigma negatif adalah langkah awal dalam mengatasi persoalan ini," ujarnya.
Menurut Ismono, ada faktor sosial yang turut berkontribusi terhadap tingginya angka bunuh diri di Gunungkidul. Di mana rata-rata pendidikan di sini adalah 7+1 tahun, dan masyarakat memiliki perkembangan sosial yang baik.
Dia menyebut, ada beban sosial dalam bentuk kewajiban menghadiri hajatan, menyumbang, atau tilik (menjenguk) orang sakit. Jika tidak dilakukan, seseorang bisa merasa terasingkan dari komunitasnya.
"Ini yang patut menjadi perhatian kita semua, "jelasnya.
Selain itu, tren kasus bunuh diri di Gunungkidul mayoritas dilakukan dengan metode gantung diri. Sayangnya, meskipun ada berbagai teori pencegahan, belum ada pendekatan yang dapat menanggulangi permasalahan ini secara komprehensif.
Baca Juga: Diduga Keletihan, Kakek Asal Playen Ditemukan Tewas Tertelungkup di Ladang
Pada tahun 2024, jumlah ODGJ di Gunungkidul tercatat mencapai 1.650 orang, dengan 80 persen di antaranya sudah mendapatkan penanganan. Namun, Ismono menekankan bahwa jumlah ini seharusnya tidak terus bertambah.
Salah satu tantangan utama adalah kurangnya tenaga kesehatan jiwa. Saat ini, hanya ada 11 tenaga kesehatan jiwa, termasuk tiga psikolog klinis yang tersebar di tiga puskesmas. Dan saat ini sedang mencari strategi yang tepat untuk menangani kesehatan mental di Gunungkidul.
"Kami telah melakukan survei ke berbagai daerah dan Gunungkidul menjadi salah satu wilayah yang dipilih untuk program percontohan," ungkap seorang perwakilan dari IPI, Muhammad Firmansyah.
IPI bekerja sama dengan konsultan dari Australia, Rahel Kremniezer dan Ayelet Samuel, dalam upaya menanggulangi permasalahan kesehatan mental di Gunungkidul.
Rahel menyatakan bahwa sementara ini tugas timnya adalah mendengarkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk tenaga kesehatan, kader, siswa, dan pihak terkait lainnya.
"Kami ingin memahami apa yang sudah ada dan apa yang masih kurang. Misalnya, apakah layanan kesehatan mental sudah tersedia tetapi sulit diakses, atau memang belum ada sama sekali. Apakah ada program kesehatan mental di sekolah yang bisa ditingkatkan? Semua ini akan bergantung pada hasil diskusi hari ini," ujar Rahel.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Bupati Sleman Akui Pahit, Sakit, Malu Usai Diskominfo Digeledah Kejati DIY Terkait Korupsi Internet
- Pemain Keturunan Purwokerto Tiba di Indonesia, Diproses Naturalisasi?
Pilihan
-
Daftar 5 Mobil Bekas yang Harganya Nggak Anjlok, Tetap Cuan Jika Dijual Lagi
-
Layak Jadi Striker Utama Persija Jakarta, Begini Respon Eksel Runtukahu
-
8 Rekomendasi HP Murah Anti Air dan Debu, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Fenomena Rojali dan Rohana Justru Sinyal Positif untuk Ekonomi Indonesia
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta, Harga Murah Spek Melimpah
Terkini
-
Efek Prabowo: Pacuan Kuda Meledak! Harga Kuda Pacu Tembus Miliaran
-
Bahaya di Balik Kesepakatan Prabowo-Trump: Data Pribadi WNI Jadi Taruhan?
-
Dampak Larangan Study Tour: Keraton Jogja Ubah Haluan, Tawarkan Wisata yang Bikin Anak Betah
-
Fakta Sebenarnya Jurusan Jokowi di UGM: Bukan Teknologi Kayu? Teman Kuliah Ungkap Ini
-
Misteri Kemeja Putih Jokowi di Reuni UGM: Panitia Angkat Bicara!