Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 21 November 2025 | 21:59 WIB
Bus TransJogja melintas di kawasan Malioboro, Jumat (21/11/2025). [Suara.com/Putu]
Baca 10 detik
  • Ratusan pengemudi TransJogja pada 21 November 2025 menyampaikan aspirasi di Gedung DPRD DIY mengenai masalah upah.
  • Tuntutan utama mencakup selisih upah harian yang dianggap tidak layak dan besaran denda pelanggaran yang memotong gaji mereka.
  • Permintaan lain adalah izin pengisian BBM siang hari karena sering kesulitan mendapat solar pada malam hari di SPBU.

Penderitaan bertambah saat malam tiba. Ketika sebagian besar orang beristirahat, para pengemudi harus berburu solar.

Kebijakan yang hanya memperbolehkan pengisian BBM pada malam hari justru menjadi bumerang. Stok solar di SPBU sering kali ludes, membuat mereka kelimpungan mencari bahan bakar untuk melayani masyarakat keesokan harinya.

"Jadi, intinya kalau malam itu kebanyakan kehabisan untuk BBM. Jadi, kita mintanya siang hari, tapi tadi belum deal juga," ungkapnya pasrah.

Aspirasi ini telah didengar oleh Ketua DPRD DIY, Nuryadi, yang berjanji akan memfasilitasi dialog lebih lanjut.

"Jadi perlu dibenahi, sehingga kita fasilitasi untuk itu kemajuannya banyak hanya belum sampai akhir wanting diteruskan hari Senin rapatnya di TransJogja untuk meneruskan diskusi ini," paparnya.

Namun, jawaban dari Dinas Perhubungan (Dishub) DIY terasa masih mengambang. Kepala Bidang Angkutan Dishub DIY, Wulan Sapto Nugroho, meminta para pengemudi untuk bersabar menanti penetapan UMP DIY 2026.

"Cuma kalau sekarang kan kita nunggu nanti UMP-nya naik berapa, nanti pasti ada kenaikan itu pasti," ujarnya.

Terkait denda yang mencekik, Sapto berdalih itu adalah bagian dari implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) demi keselamatan.

"Kaitan denda itu kan, ya denda itu kita juga menjalankan SPM. Artinya segala sesuatu yang melanggar tentu ada konsekuensinya," tandasnya.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja

Dishub mengklaim kebijakan denda ini efektif menekan angka pelanggaran, dari 10-15 kasus per bulan menjadi hanya satu atau dua kasus saja.

"Sedangkan saat ini sekarang tinggal paling 1 atau 2. Dan itu orangnya biasanya itu-itu saja," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More