Status Tak Jelas, Warga Asli Dugo Tolak Keberadaan Huntap Desaku Impianku

status kependudukan warga hunian tetap tidak jelas karena masih dari daerah asal mereka masing-masing.

Galih Priatmojo
Selasa, 28 Januari 2020 | 16:10 WIB
Status Tak Jelas, Warga Asli Dugo Tolak Keberadaan Huntap Desaku Impianku
Kondisi hunian tetap alias huntap di Padukuhan Dugo yang selama ini dihuni para warga miskin terbengkalai, Selasa (28/1/2020). [Julianto / Kontributor]

SuaraJogja.id - Program Hunian Tetap (Huntap) Desaku Impianku yang berada di Padukuhan Dugo, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk Gunungkidul nampaknya membuat warga sekitar resah. Warga asli Padukuhan Dugo menolak adanya 40 bangunan masing-masing senilai Rp30 juta tersebut. 

Kepala Dukuh Dugo, Suharno berharap agar hunian tetap tersebut segera dirobohkan dan dipindahkan ke tempat lain. Selama ini warga sudah jengah dengan keberadaan Huntap  tersebut karena berbagai persoalan yang muncul selama ini. Pengelolaan Huntap yang carut marut mengakibatkan warga Padukuhan Dugo enggan menempati lagi.

Suharno menuturkan, selama ini status kependudukan warga hunian tetap tidak jelas karena masih dari daerah asal mereka masing-masing. Dengan demikian, pihaknya tidak bisa melakukan pemantauan terhadap aktivitas warga Huntap tersebut. Padahal secara administratif Huntap tersebut berada di bawah kewenangannya.

"Saya itu tidak bisa memantau siapa saja yang datang. Siapa saja yang dibawa oleh warga Huntap. Iya kalau orang baik, kalau tidak. Apalagi kalau untuk persembunyian teroris atau juga pengedar narkoba, kan kita tidak pernah tahu wong mereka tidak pernah laporan,"keluhnya, Selasa (28/1/2020).

Baca Juga:Lagi, Seorang Warga Gunungkidul Positif Antraks

Tak hanya itu, iapun mengeluhkan buruknya interaksi warga Huntap dengan warga setempat. Warga Huntap sama sekali tidak pernah bersosialisasi ataupun turut serta dalam kegiatan sosial yang berlangsung di Dusun tersebut. Untuk memberikan teguran, ia merasa enggan karena mereka bukan warganya.

Rasa malasnya semakin bertambah karena ketika berurusan dengan warga Huntap tersebut, dia justru yang menjadi ujung tombak. Seperti ketika ada Surat Peringatan (SP) dari Dinas Sosial soal pengosongan Huntap tersebut, ia justru diminta untuk membagikan dan memasang SP tersebut ke warga hunian tetap.

"Ya saya enggan to, ndak enak. Terpaksa saya ajak pak Babinsa dan juga pak Aman (Kasie Pembangunan Desa Nglanggeran) ketika menempel SP 1 tersebut," tambahnya.

Selama ini, warga Huntap memang belum pernah secara resmi menemui dirinya dan warga Dugo yang lain untuk sekadar permisi. Namun ia mengakui jika di awal pembangunan sempat ada pendamping warga hunian tetap yang menemui dirinya untuk menyampaikan maksud tujuan program tersebut. 

Menurutnya, 'Kulo Nuwun' itu sangat penting terutama bagi masyarakat Gunungkidul yang masih kental memegang budaya unggah-ungguh. Warga setempat akan merasa 'diuwongke' atau diakui keberadaannya sehingga tercipta interaksi sosial yang seimbang antara mereka.

Baca Juga:Gunungkidul Kewalahan Tangani Sapi Mati Mendadak

"Kalau tidak dikelola buat apa. Robohkan saja terus dipindah,"tandasnya.

Bahkan, lanjutnya, ada beberapa rumah yang telah berpindah ke pemilik yang lain dengan cara jual beli di bawah tangan. Sehingga ia mempertanyakan kemurnian warga yang tinggal di hunian tetap tersebut benar-benar warga miskin, gelandangan ataupun pengemis. Karena ia menjumpai ada warga Huntap yang memiliki usaha warung di terminal, pemilik warung pecel lele dan lainnya.

Kepala Seksi Pelayanan Desa Nglanggeran, Anwar Rohman menuturkan, pangkal persoalan dari Huntap Desaku Impianku tersebut sebenarnya adalah ketiadaan pengelola. Selama ini, warga Huntap tersebut dilepas begitu saja tanpa aturan yang jelas dan tanpa ada sistem pengelolaan.

"Dengan begitu kan tidak diketahui siapa yang masuk, siapa saja yang keluar. Karena tidak pernah ada laporan sama sekali,"ujarnya.

Menurutnya, jika dikelola dengan benar dan dengan baik, ia yakin Huntap Desaku Impianku ini akan berhasil. Bahkan bisa menjadi percontohan nasional terkait penanganan gelandangan dan pengemis agar bisa hidup mandiri. Karena ketika sudah mandiri maka warga Huntap diminta pindah untuk diganti dengan warga miskin lainnya.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD DIY, Koeswanto menyebut pembangunan huntap Desaku Impianku tidak matang. Sebab tidak ada konsep yang jelas terkait keberlanjutan dari program tersebut. Selain itu, ternyata tanah yang ditempati merupakan tanah Sultan Ground (SG). Dimana, kata dia, semua kebijakan soal tanah ini ada di tangan pihak Kraton.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak