Sehari Habis 15 Ekor, Pedagang Kelelawar di Jogja Tak Terpengaruh Corona

kekelawar merupakan kuliner legendaris di Gunungkidul dan Bantul.

Galih Priatmojo
Kamis, 06 Februari 2020 | 21:22 WIB
Sehari Habis 15 Ekor, Pedagang Kelelawar di Jogja Tak Terpengaruh Corona
Pedagang daging kelelawar di Panggang, Gunungkidul, Kamis (6/2/2020). [Julianto / Kontributor]

SuaraJogja.id - Merebaknya coronavirus dari Cina belakangan ini belum menyurutkan minat masyarakat untuk menikmati kuliner dengan bahan baku kelelawar. Meskipun selama ini kelelawar disebut sebagai salah satu media penularan coronavirus yang belakangan merebak.

Sejumlah pedagang yang menjual daging kelelawar di Kabupaten Bantul mengaku belum mengetahui adanya virus tersebut. Bahkan mereka berani mengklaim sejauh ini kelelawar-kelelawar yang mereka dagangkan masih aman atau terbebas dari coronavirus tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh pasangan Doni Siswanto 33 dan romyati 33 warga Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Pasangan ini merupakan pedagang tongseng dan rica-rica berbahan baku binatang kelelawar. Keduanya membuka lapak setiap hari di di selatan pasar Niten baru Jalan Bantul.

Donny mengaku memang telah membaca terkait dengan mewabahnya coronavirus tersebut di negara Asia. Namun dirinya mengaku tidak mengetahui jika salah satu media penyebarannya adalah melalui kelelawar yang selama ini menjadi tumpuan hidup keluarganya.

Baca Juga:DPRD Gunungkidul Minta ASN Konsisten Jaga Netralitas Jelang Pilkada

"Codot ini masih amanlah. Karena saya mengolahnya dengan matang," terangnya, Kamis (6/2/2020).

Doni mengklaim kelelawar atau codot yang siap pola bukanlah sembarang codot. Karena jenis cat yang diolah tersebut ia pilih secara selektif yaitu bukan pemakan serangga ataupun bunga melainkan pemakan buah-buahan di malam hari. 

Dirinya sudah sangat hafal kelelawar mana yang setiap hari mengkonsumsi buah sehingga ia yakin kelelawar yang ia olah tersebut aman terbebas dari penyakit yang mematikan. Karenanya dirinya tidak khawatir akan adanya coronavirus tersebut.

Ia mengklaim selama 10 tahun berdagang tidak pernah ada masalah sedikitpun dan semuanya aman. Bahkan dari waktu ke waktu peminat olahan codot tersebut justru semakin besar. Sebab banyak yang meyakini jika daging kelelawar sangat baik untuk kesehatan terutama mengobati penyakit sesak nafas ataupun asma.

" sekarang masih rame dan belum ada himbauan dari pihak manapun," tambahnya.

Baca Juga:Harga Bawang Putih Melonjak Dua Kali Lipat, Daya Beli di Gunungkidul Turun

Untuk pasokannya sendiri codot tersebut memang berasal dari Panggang, Gunungkidul lantaran di wilayah tersebut masih ditemukan banyak goa tempat bersarang binatang nokturnal tersebut. 

Jika memang benar-benar kelelawar tersebut berbahaya dari sisi kesehatan maka ia berharap ada urun rembuk dari pemerintah. Pemerintah harus turun tangan memberikan informasi secara detil dan memberikan solusi berkaitan dengan kelangsungan usahanya tersebut.

Sementara itu serupa dengan di Bantul, di wilayah Gunungkidul sendiri, kelelawar menjadi salah satu kuliner ekstrim yang legendaris. Kuliner kelelawar ini sudah dikenal puluhan tahun karena selama ini daging kelelawar dikenal ampuh untuk mengobati penyakit asma atau sesak nafas. 

Pemilik warung olahan daging kekelawar yang ada di sebelah timur terminal Panggang, Sukarwanti mengatakan, kuliner kelelawar yang ia kelola tersebut sebenarnya sudah turun temurun karena sudah ada sejak jaman nenek buyutnya. Dia adalah generasi ketiga yang meneruskan usaha keluarga tersebut.

Munculnya informasi tersebut tidak berdampak pada omset dagangannya. Kekelawar bacem dan goreng masakannya tetap diminati masyarakat. Setiap hari warung tersebut selalu didatangi oleh para penggemar daging kelelawar atau codot.

"Masih ada yang mencari kok," katanya saat ditemui di warungnya, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Gunungkidul

Sukarwati mengaku mendapatkan kelelawar tersebut dari para pemburu yang mencari kelelawar di kawasan gua Pantai Selatan. Setelah ia menerima kelelawar dirinya langsung menguliti binatang tersebut sehingga menyisakan dagingnya saja. Harganya mulai dari Rp.7000 hingga Rp. 15.000 per porsinya.

"Setiap hari ya mampu menjual 10 hingga 15 ekor," paparnya.

Untuk memasak memang jeroan dari kelelawar tersebut tidak dikeluarkan namun tubuh kelelawar yang sudah dikuliti tersebut langsung dicuci dan direbus dengan bumbu bacem. Teknik mengolah binatang kelelawar tersebut juga ia dapatkan dari orang tuanya.

Kontributor : Julianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak