Guru Besar UGM Jadi Deputi Lembaga Riset Kehutanan Dunia, Ini Tugasnya

Selama ini hasil riset peneliti Indonesia kurang dipergunakan dalam kebijakan pemerintah, sehingga terjadi dikotomi antara riset dan program pemerintah.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Selasa, 18 Februari 2020 | 07:56 WIB
Guru Besar UGM Jadi Deputi Lembaga Riset Kehutanan Dunia, Ini Tugasnya
Peneliti Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Ahmad Maryudi. - (ANTARA/HO-Dokumentasi pribadi)

SuaraJogja.id - Prof Dr Ahmad Maryudi, seorang peneliti sekaligus Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), diangkat sebagai Deputy Coordinator Divisi 9 Forest Policy and Economics pada International Union of Forest Research Organizations (IUFRO), sebuah lembaga riset kehutanan dunia yang kantornya berpusat di Vienna, Austria.

"Masa bakti saya sebagai Deputy Coordinator Divisi 9 IUFRO, mulai November 2019 sampai Oktober 2024," ujar Maryudi dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (17/2/2020).

Menurut keteranyannya, Divisi 9 merupakan divisi terbesar di IUFRO, membawahi enam sub divisi dan 27 grup riset. Divisi 9 fokus pada isu politik dan kebijakan kehutanan berupa "science-policy interface", yaitu tentang bagaimana mengintegrasikan pengetahuan ke pembuatan kebijakan; ekonomi dan sosial sumberdaya hutan; analisis sektor kehutanan; hukum dan legislasi lingkungan/kehutanan; serta manajemen informasi seperti media discourse.

Ia menerangkan, tugas Deputy Coordinator bersama Coordinator adalah mengkoordinasi dan memberi arahan riset bagi peneliti di semua sub divisi dan grup riset.

Baca Juga:Ashraf Sinclair Meninggal Dunia, Properti Mewah Ini Ditinggalkan untuk BCL

"Selama ini, partisipasi peneliti di Indonesia lebih banyak sebagai anggota pasif saja. Tidak banyak yang mengampu peran koordinatif dan direktif, dan belum ada yang di level Divisi," ujar Maryadi, dikutip dari ANTARA.

IUFRO, lanjutnya, merupakan lembaga non-profit yang didirikan pada 1892 sebagai jaringan peneliti seluruh dunia. Saat ini IUFRO mempunyai anggota sekitar 700 organisasi dan 15 ribu peneliti dari 127 negara.

Organisasi dari Indonesia yang menjadi anggota IUFRO antara lain UGM, Institut Pertanian Bogor (IPB), CIFOR, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, Universitas Hasanuddin (Unhas), Korindo, dan Balai Litbang Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Maryadi menejlaskan, posisi Deputy Coordinator IUFRO, sangat bergengsi di kalangan peneliti yang terkait erat dengan analisis dan strategi kebijakan bidang kehutanan. Selama ini, peran koordinatif dan direktif di semua Divisi IUFRO biasanya diisi peneliti dari kelompok negara utara (maju).

Sementara dari Indonesia, pernah ada dua peneliti yang menempati posisi pada level sub divisi atau di bawahnya, seperti grup riset.

Baca Juga:Best 5 Otomotif Pagi: Buaya Berkalung Ban, Pabrik Buka Pasca COVID-19

"IUFRO sering memberikan policy feedings ke berbagai lembaga dunia seperti FAO, UNEP, dan berbagai proses negosiasi antara negara seperti United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Convention on Biological Diversity (CBD)," jelasnya.

Guru Besar termuda di Fakultas Kehutanan UGM itu menambahkan, dengan berperan aktif di IUFRO, diharapkan peneliti Indonesia berkontribusi dalam perumusan arahan fokus pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan serta menjadi duta diplomasi dari aspek iptek.

"Sebab IUFRO sering dijadikan rujukan oleh para pengambil kebijakan kehutanan dan lingkungan internasional," kata dia.

Kemampuan Maryadi dalam penelitian bidang kehutanan ini diakui pula oleh Kepala Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan UGM Prof Dr Satyawan Pudyatmoko. Ia mengatakan bahwa Maryadi sangat produktif dalam menulis jurnal-jurnal nasional dan internasional.

"Artinya, beliau cukup memahami persoalan kehutanan yang terjadi, termasuk implikasi risetnya terhadap konsekuensi kebijakan pemerintah," ungkap Satyawan.

Namun, lanjutnya, permasalahan serius saat ini yang perlu diluruskan adalah, bagaimana mewujudkan sinkronisasi antara hasil riset yang dilakukan para peneliti menjadi kebijakan pemerintah, sehingga diharapkan berdampak pada program pembangunan pemerintah.

Menurutnya, selama ini hasil riset peneliti Indonesia kurang dipergunakan dalam kebijakan pemerintah, sehingga terjadi dikotomi antara riset dan program pemerintah. Masing-masing berjalan sendiri dan tidak terimplementasi optimal meski sudah berupaya dikembangkan.

Dirinya menambahkan, terpilihnya Maryudi diharapkan dapat menjembatani kebutuhan riset nasional, khususnya pada isu-isu kehutanan dan kebijakan terkait.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak