Mahasiswa Curhat Terjebak di Jogja, Kangen Masakan Ortu Sampai Takut Pulang

Perempuan 26 tahun yang menyewa rumah kontrak di Kampung Semaki Gede ini memenuhi kebutuhan hidup dengan menjual ponsel secara daring.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 28 April 2020 | 21:05 WIB
Mahasiswa Curhat Terjebak di Jogja, Kangen Masakan Ortu Sampai Takut Pulang
Mahasiswi asal Kalimantan Selatan, Asni Pujiastuti, yang tidak pulang ke kampung halamannya saat ditemui di wilayah Semaki, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Selasa (28/4/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Wabah virus corona membuat seluruh lapisan masyarakat terdampak, tak terkecuali mahasiswa yang masih bertahan di DIY. Tak sedikit yang harus menahan rasa rindu. Bahkan ada mahasiswa yang takut untuk pulang ke tempat tinggalnya.

Asni Pujiastuti, mahasiswa S2 Jurusan Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta, mengaku harus menahan kangen untuk bertemu orang tua. Perempuan asal Kotabaru, Kalimantan Selatan ini tak bisa merasakan masakan orang tua tercinta untuk sementara waktu.

"Untuk Ramadan hingga Lebaran ini sepertinya saya bertahan di Yogyakarta. Biasanya saya pulang satu tahun sekali ke Kalimantan. Karena momennya Ramadan dan ada wabah ini, rasanya akan berbeda puasa di tahun ini. Saya tidak bisa merasakan makanan mamah," kata Asni, ditemui SuaraJogja.id di wilayah Semaki Gede, Umbulharjo, Kota Yogayakarta, Selasa (28/4/2020).

Perempuan yang biasa dipanggil Ade ini sebenarnya sempat ingin kembali ke Kalimantan. Namun, hal itu urung dilakukannya lantaran berisiko tinggi membuatnya tertular virus corona saat perjalanan dari Yogyakarta ke Kalimantan.

Baca Juga:Disangka Sudah Meninggal, Pasien Covid-19 Ini Ternyata Masih Hidup

"Jika pulang kan menggunakan pesawat. Jadi dari Jogja naik travel ke Bandara YIA [Kulon Progo]. Sampai di Kalimantan saya menggunakan travel lagi untuk tiba di rumah. Jadi potensi penularan virus itu bisa terjadi saat perjalanan. Khawatirnya saya jadi carrier," jelas dia.

Dengan memutuskan untuk bertahan di Kota Gudeg, Ade pun harus terus berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Perempuan 26 tahun yang menyewa rumah kontrakan di Kampung Semaki Gede ini memenuhi kebutuhan hidup dengan menjual ponsel secara daring.

"Sejak 2014 lalu saya sudah jualan handphone. Dijual di toko online hingga media sosial karena untuk biaya kuliah dan kontrakan, saya membayarnya dari hasil jualan itu," katanya.

Berbeda hal dengan Ade, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Hamim Mustofa (21) ini memilih bertahan di Yogyakarta selama bulan Ramadan ini. Lelaki asal Pangandaran, Jawa Barat itu takut kembali ke rumah karena di kampung halamannya telah diterapkan PSBB.

Hamim Mustofa, mahasiswa asal Pangandaran, Jawa Barat, yang bertahan di Jogja selama Ramadan saat ditemui di indekos Kampung Semaki Gede, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Selasa (28/4/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)
Hamim Mustofa, mahasiswa asal Pangandaran, Jawa Barat, yang bertahan di Jogja selama Ramadan saat ditemui di indekos Kampung Semaki Gede, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Selasa (28/4/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

"Takut juga mau kembali ke rumah untuk saat ini. Soalnya jika sampai di perbatasan wilayah Pangandaran saya disuruh putar balik karena datang dari luar kota. Daripada habis bensin dan lelah, saya memilih bertahan di Yogyakarta," ungkapnya.

Baca Juga:Cara Waria Jakarta Putar Otak Cari Duit di Tengah Gempuran Corona

Hamim, yang kesehariannya mengerjakan tugas kuliah secara daring ini, cukup bosan selama melakukan study for home. Meski sebelumnya ia sempat bertemu keluarga akhir Maret lalu, rasa rindu berada di rumah mulai ia rasakan saat ini.

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak