SuaraJogja.id - Pembangunan Yogyakarta International Airport atau Bandara YIA, yang berada di Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, memberi dampak bagi warga sekitar. Tidak hanya permukiman warga yang terpaksa harus direlokasi, ladang pertanian cabai pun tergilas habis.
Tidak ingin hanya meratapi nasib, Titin Kusnawati, yang rumahnya berada persis bersebelahan dengan area Bandara YIA, berinisiatif menggarap usaha olahan cabai, salah satunya dengan dibuat abon cabai. Bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati di Kretek, Glagah, Temon, Kulon Progo, ia dan timnya tidak hanya membuat abon cabai, tetapi juga jenis olahan lain seperti keripik pedas, kacang dan emping (caping), kulit melinjo, emping melinjo, hingga keripik gadung.
Meski lahan pertanian telah tergusur, KWT Melati bertahan dengan usaha olahan cabai dengan memasok bahan baku dari petani di daerah lain. Selain itu, tinggal di wilayah yang dikenal sebagai salah satu sentral cabai, Titin menambahkan, banyak warga Glagah yang menanam pohon bahan pangan yang pedas tersebut.
"Ya berawal dari pembangunan bandara ini, yang membuat petani cabai kami tergusur. Lalu Pemkab Kulon Progo melalui dinas terkait kemudian mengambil langkah pendampingan agar usaha kelompok ini tetap bertahan, salah satunya dengan membuat olahan cabai ini," ujar perempuan yang menjabat sebagai Ketua KWT Melati ini kepada kepada awak media, Selasa (18/8/2020).
Baca Juga:Baru 30 Persen, Pembangunan Rest Area Maetala Ditargetkan Selesai Awal 2021
Namun, Titin menuturkan bahwa kini penjualannya masih terdampak pandemi Covid-19. Penjualan produk olahan cabai di wilayahnya menurun secara signifikan hingga 75 persen dari kondisi normal.
Penurunan itu dikarenakan selama ini kelompok yang beranggotakan 20 orang itu mengandalkan pemasukan utama melalui toko oleh-oleh. Namun selama pandemi, toko oleh-oleh sepi pengunjung terpaksa tutup, sehingga secara tidak langsung berdampak pada penjualan produk KWT Melati.
"Misalnya saja penjualan abon cabai kalau kondisi normal pesanan sekitar 100 botol per bulan, tapi sekarang ini berhenti total," katanya.
Menyikapi penurunan tersebut, KWT Melati kemudian terpaksa harus mengurangi jumlah produksi untuk setiap produknya. Misalnya produk abon cabai, jika biasanya pihaknya per hari bisa mengolah hingga 25 kilogram cabai segar, sekarang 10 kilogram cabai segar pun tak sampai.
Ditambahkan Titin, selain mengurangi jumlah produksi, KWT Melati juga mulai menggenjot produk lainnya, yakni cabai basah yang sudah diolah menjadi sambal siap makan. Menurutnya, saat ini pemasaran produk melalui sistem online atau lewat media sosial lebih banyak menggaet pelanggan ketimbang secara langsung di toko-toko.
Baca Juga:Belum Selesai, Ganti Rugi Lahan Rel Kereta Bandara YIA Lanjut Pekan Depan
"Kami pasarkan secara online, lewat medsos juga karena memang jangkauannya lebih luas. Responsnya pun bagus, banyak pembeli dari luar daerah yang pesan," terangnya.
Sementara itu, Kasi Pengolahan dan Pemasaran Holtikultura Bidang Holtikultura DPP Kulon Progo Jayeng Purwadi menyampaikan, penampilan produk atau packaging menjadi hal utama yang harus diperhatikan dalam pemasaran. Oleh sebab itu, diharapkan KWT Melati bisa terus mempercantik kemasan dari setiap produknya guna meningkatkan daya saing di pasaran.
"Konsumen yang akan membeli pasti akan melihat tampilannya dulu, jadi memang tampilan itu penting. Perbaikan kemasan akan berperan dalam pemasaran," ucap Jayeng.
Jayeng menyebutkan, tidak hanya cabai saja produk holtikultura yang sudah diolah oleh petani Kulon Progo. Hasil panen lain, misalnya bawang merah, juga sudah bisa diolah oleh masyarakat untuk meningkatkan harga jualnya.
"Kami yakin, penjualan produk olahan semacam ini akan membaik seiring perbaikan ekonomi pascapandemi," tuturnya.
Kabid Holtikultura DPP Kulon Progo Juliwati juga menuturkan, pihaknya akan terus berupaya memberikan pembinaan dan pendampingan secara maksimal kepada KWT Melati dalam mengolah hasil panen petani. Menurutnya, KWT Melati sudah layak dianggap sebagai "embrio" dari kelompok lain di Kulon Progo yang nanti akan didorong seperti itu.
"Pengembangan kelompok untuk memaksimalkan mengolah hasil panen petani akan menyasar KWT di empat kecamatan lain, yakni Panjatan, Galur, Temon dan Wates," jelasnya.