SuaraJogja.id - Menyusul ditemukannya 48 kasus positif COVID-19 di tiga pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Sleman, Tim Satgas Penanganan COVID-19 Sleman memutuskan untuk menunda penerbitan rekomendasi beroperasinya pembelajaran tatap muka di ponpes selama masa pandemi.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyebutkan, setiap hari pihaknya menerima permohonan rekomendasi ponpes.
"Setelah adanya penularan di ponpes ini, kami ketatkan. Tak kami lakukan penerbitan lagi, sampai waktu ditentukan kemudian," ungkapnya, ditemui wartawan, Rabu (30/9/2020).
Tercatat, ada 145 ponpes di Sleman. Sebanyak 60 ponpes di antaranya, mengajukan rekomendasi untuk menyelenggarakan aktivitas tatap muka. Sebanyak 25 rekomendasi sudah diberikan oleh Pemkab Sleman.
Baca Juga:Status Tanggap Darurat Diperpanjang, DIY Masifkan Tes Swab Massal
"Ketika kami lakukan assessment di lokasi, sudah kami upayakan sesuai protokol, termasuk adanya surat keterangan bebas COVID-19 yang disyaratkan bagi santri yang datang dari luar," ungkap Joko.
Tiga kasus penularan COVID-19 di lingkungan ponpes tersebut, terdiri dari 41 kasus dijumpai di sebuah ponpes di Kapanewon Ngaglik, 1 kasus lagi ditemukan dalam ponpes yang berada di kapanewon yang sama.
"Satu kasus ini berasal dari penelusuran kasus 'nomor' sekian, hasil tes diketahui pada Senin (28/9/2020). Untuk tracing dari kasus ini, belum keluar," urai ketua IDI Sleman tersebut.
Sementara itu, sebanyak 6 kasus lainnya, terjadi dalam sebuah ponpes di Prambanan.
"Di salah satu ponpes Ngaglik itu, dia sudah tertib [protokol kesehatan], bahkan ada asrama sendiri dikhususkan untuk karantina santri yang datang dari luar kota. Setelah 14 hari selesai karantina, baru diperbolehkan ikut aktivitas. Untuk penyebab penularan masih terjadi di ponpes itu, akan kami kaji lagi," ujarnya.
Baca Juga:Kasus COVID-19 Capai 2.607, Pemda DIY Perpanjang Status Tanggap Darurat
Bercermin pada kasus ponpes-ponpes tadi, tim Satgas akan memberi masukan kepada ponpes se-Sleman, untuk mencegah kasus COVID-19 dan cara mengelola risiko setelah ada kasus.
Disinggung perihal kriteria dan syarat beroperasinya tatap muka di ponpes, yakni ponpes yang mengajukan rekomendasi harus memiliki Satgas. Satgas ini bukan hanya aktif pengawasan, melainkan juga penyemprotan, penyediaan fasilitas cuci tangan, memastikan penggunaan masker serta protokol kesehatan lainnya, dan sebagainya, termasuk juga memeriksa anak yang bergejala, bisa ke klinik setempat, Puskesmas atau RS.
Menilik dari hal itu, Joko Hastaryo mengapresiasi upaya Satgas di salah satu ponpes dengan kasus COVID-19 dalam merespons dan mengidentifikasi gejala COVID-19 pada santri.
"Yang ternyata setelah diperiksa, itu kasus positif," paparnya.
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Administrasi Umum Arif Haryono menyatakan, ketika ponpes akan buka pembelajaran tatap muka, maka diharapkan syarat itu diterapkan pula sampai ke asrama [bukan hanya di kelas].
"Mohon physical distancing tetap dilaksanakan. Misalnya ada ranjang dua tingkat, maka salah satunya tidak digunakan," ucap Arif.
Kontributor : Uli Febriarni