10 Tahun Perjalanan Istri Wartawan Korban Merapi Berdamai dengan Trauma

"Pas saya dikasih rekamannya ini, ada suara "Wan itu ada suara sirene," terus dia jawab, "iya ini baru mau turun." Mau turun, terus suami saya teriak, "panas panas".

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Senin, 02 November 2020 | 17:20 WIB
10 Tahun Perjalanan Istri Wartawan Korban Merapi Berdamai dengan Trauma
Endah Sapta Ningsih, istri Yuniawan Wahyu Nugroho, wartawan Vivanews korban erupsi Merapi 2010, menunjukkan foto pernikahannya. - (Suara.com/Yulita Futty)

SuaraJogja.id - Endah Sapta Ningsih adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak perempuan yang telah tumbuh dewasa. Selama 10 tahun terakhir ia bekerja keras untuk membesarkan kedua anaknya seorang diri. Sepuluh tahun lalu, tepatnya 26 Oktober 2010, suami Naning, Yuniawan Wahyu Nugroho, seorang wartawan Vivanews, meninggal dunia. Wawan menjadi salah satu korban erupsi Gunung Merapi 2010.

Wawan meninggal dunia saat hendak mengajak Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi, turun ke tempat yang lebih aman. Ia meninggal di usia 42 tahun, saat erupsi Gunung Merapi terbesar terjadi setelah 100 tahun sebelumnya. Menurut pengakuan Naning, suaminya meninggal bersama dengan seorang anggota PMI bernama Tutur di depan rumah Mbah Maridjan.

Sejak saat itu, Naning berusaha sekuat tenaga untuk membesarkan kedua putrinya yang masih remaja tanpa dampingan Wawan. Ada banyak hal yang sudah berlalu sejak saat itu. Ada banyak masalah dan ujian yang dilalui Naning beserta dua orang putrinya. Krisna, putri keduanya, sempat mengalami koma selama empat hari dan dirawat di ICU setelah melahirkan anaknya.

Baca Juga:10 Tahun Erupsi Merapi, Warga Berbagi Cerita: Mengungsi Tak Pernah Kembali

Kurang lebih selama satu jam SuaraJogja.id berbincang dengan Bu Naning, membahas mengenai tragedi 10 tahun silam saat suaminya menjadi korban wedhus gembel hingga bagaimana kehidupan Bu Naning saat ini bersama dengan kedua anaknya. Bu Naning banyak bercerita bagaimana kondisi saat itu hingga perjuangannya membesarkan dua orang putrinya.

Berikut wawacara ekslusif SuaraJogja.id dengan Bu Naning, istri wartawan Vivanews yang meninggal saat hendak menyelamatkan Mbah Maridjan.

Sudah berapa lama suami ibu bekerja sebagai wartawan?

Sudah cukup lama ya, di Suara Pembaharuan itu ada 12 tahun. Kemudian masuk ke Vivanews, waktu itu istilahnya "babat alas". Entah kenapa waktu mau launching dia malah keluar. Kemudian pernah di Koran Jakarta, tidak lama hanya beberapa bulan. Kemudian ditarik lagi ke Vivanews.

Endah Sapta Ningsih, istri Yuniawan Wahyu Nugroho, wartawan Vivanews korban erupsi Merapi 2010 - (Suara.com/Yulita Futty)
Endah Sapta Ningsih, istri Yuniawan Wahyu Nugroho, wartawan Vivanews korban erupsi Merapi 2010 - (Suara.com/Yulita Futty)

Saat itu seperti apa kondisi ibu dan keluarga?

Baca Juga:Kenang Erupsi tahun 2010, Kill the DJ: Merapi Adalah Guru Semesta

Waktu itu memang kita pisah, saya di Ambarawa, dia di Jakarta. Biasanya satu minggu sekali dia pulang, tapi maksimal dua minggu sekali dia pulang. Waktu mau liputan ke Mbah Maridjan itu dia memang bilang saya. Saya juga simpang siur mendengar bahwa Mbah Maridjan maunya dengan suami saya, tapi ada yang bercerita, sejak 2006 memang sudah dekat dengan Mbah Maridjan, setelah peristiwa gempa Bantul.

Seberapa dekat Pak Wawan dengan Mbah Maridjan?

Sejak 2006 itu sudah liputan dengan Mbah Maridjan. Banyak teman-teman yang cerita, sejak saat itu sudah dekat. Katanya [Mbah Maridjan] itu kalau tidak dekat duduknya dengan wartawan, berhadap-hadapan, tapi kalau suami saya duduk di depannya begitu dicari, disuruh duduk di sampingnya. Ketika peristiwa Merapi juga katanya tidak mau kalau yang naik bukan suami saya.

Kenangan apa yang sempat dilakukan bersama sebelum peristiwa tersebut?

Seminggu sebelumnya pulang, ulang tahun Krisna. Jadi memang dia pulang, dia biasanya datang Sabtu. Jadi ulang tahun Krisna kita jalan-jalan seharian ke Semarang, makan-makan cari kado.

Waktu itu dia memang bilang malas sebenarnya liputan ke Mbah Maridjan. Saya bilang, "ya sudah enggak usah liputan." Dia bilang, Mbah Maridjan enggak mau kalau bukan dia. Teman-temannya juga bercerita kalau biasanya untuk liputan itu dibelikan tiket pesawat pulang dan pergi secara langsung, tapi dia enggak mau. Dia bilang minta dibelikan tiket sekali jalan saja, harus mampir ke Ambarawa untuk menengok anak dan istri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak