Perlahan tapi pasti, Bagong mendapat pertolongan. Ia dan ayahnya diangkut dengan tandu dan dibawa hingga ke dalam mobil ambulans.
Bagong dan Gitodaryono langsung dibawa ke rumah sakit. Keduanya masuk ke dalam UGD dan mendapat pertolongan pertama. Bagong mendapat suntikan bius hingga dirinya tak sadarkan diri.
Terbangun dari reaksi obat bius yang perlahan menghilang, Bagong sudah berada di ICU, banyak perban yang membalut dirinya. Sebuah ventilator terpasang di mulut pria tersebut.
Hampir 6 bulan dirinya menjalani perawatan di rumah sakit. Dalam perawatan itu, dirinya tak mengetahui jika ayahnya meninggal dunia 4 hari usai dievakuasi oleh relawan. Sedangkan kakek Bagong, dinyatakan tewas di halaman rumahnya dengan kondisi gosong karena Wedhus Gembel.
Baca Juga:Bus TransJogja Kecelakaan di Sleman, Mobil Partai yang Jadi Lawan Disoroti
Bagong mengalami luka bakar 9,5 persen. Meski sedikit, hal itu mengganggu aktivitasnya karena tangannya sudah terbakar.
10 tahun berlalu, Bagong yang kini berusia 31 tahun mulai kembali menata hidupnya lagi.
Meski masih dihantui trauma akan erupsi yang merenggut keluarganya, toh hal tersebut nyatanya tak menyurutkan niatnya untuk kembali tinggal di kawasan lereng Merapi.
Bagong bersama istrinya saat ini menempati rumah di Timur rumah almarhum ayahnya yang hanya berjarak 300 meter.

"Tapi meski dekat saya hampir tidak pernah menginap di rumah itu, karena masih trauma. Saya memilih pindah dan membangun rumah sendiri bersama istri," ujar dia.
Baca Juga:Soal Kompetisi, PSS Sleman Desak PSSI dan PT LIB Segera Gelar Pertemuan
Lebih jauh, meski sudah mampu kembali beraktivitas seperti biasa, Bagong masih berharap jika bisa mendapat perawatan yang lebih baik. Kondisi kaki dan tangannya yang melepuh cukup mengganggu dirinya saat bekerja.