SuaraJogja.id - Pandemi COVID-19 membuat banyak masyarakat yang memliki penyakit bawaan atau komorbid takut pergi ke rumah sakit. Banyaknya rumah sakit yang akhirnya menjadi rujukan pasien COVID-19 pun membuat para pasien penyakit lain, termasuk kanker, kesulitan, bahkan gagal untuk operasi.
"Awal-awal pandemi pada Maret-Juni [2020] lalu kan sangat mencekam, sehingga banyak pasien kanker yang takut untuk datang ke rumah sakit maupun operasi padahal ada keluhan. Operasi pun akhirnya banyak yang tertunda," ungkap Ketua Perhimpunan Onkologi DIY Mardiah Suci di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (2/2/2021).
Padahal, prevalensi kanker di DIY di atas angka nasional saat ini, yang mencapai 4,1/1.000 penduduk.
Di tingkat nasional pun, dari 270 juta penduduk Indonesia, terdapat hampir 400 ribu kasus kanker baru. Dari jumlah itu, 239 ribu pasien meninggal dunia.
Baca Juga:Lakukan USG, Calon Ibu Ini Kaget Janinnya Nampak Seperti Pakai Masker
Tertundanya operasi tersebut, lanjut Mardiah, membuat jadwal operasi pasien kanker di rumah sakit, termasuk RSUP Dr Sardjito, menumpuk di bulan Juli 2020. Banyak pasien harus antre untuk mendapatkan layanan yang tertunda tiga bulan lebih.
"Mulai Juli ke atas catatan pasien meningkat karena ada penundaan bulan-bulan sebelumnya," ujarnya.
Meski kapasitas bed di rumah sakit rujukan COVID-19 ditambah, lanjut Mardiah, layanan kesehatan bagi pasien kanker mulai pulih pada Juli 2020 lalu.
Untuk mengurangi kerumunan, jadwal layanan pun diubah.
Di Sardjito misalnya, akses poliklinik kanker bagi pasien kanker pun disendirikan, sehingga poliklinik tersebut menjadi zona hijau karena tidak dilewati pengunjung selain pasien.
Baca Juga:Hoaks Covid-19 Marak di Masyarakat, Apa Sih Motivasinya?
Layanan terapi pun diubah dari sebulan sekali menjadi dua bulan sekali.
Dengan demikian, volume kunjungan bisa berkurang karena jadwal kontrol berubah dari tiga bulan menjadi enam bulan.
"Pelayanan rutin sudah tidak berubah saat ini, kapasitas bed untuk kemoterapi pun juga memadai," jelasnya.
Sementara, Ketua Harian Yayasan Kanker Indonesia (YKI) DIY Sunarsih mengungkapkan, tingginya angka kematian akibat kanker karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran pencegahan maupun deteksi dini kanker.
Keterlambatan pelayanan inilah yang membuat angka kematian masih tinggi.
"Peningkatan kemudahan akses ke pusat pelayanan kanker yang baik oleh tim kanker multidisiplin juga sangat perlu mendapatkan perhatian," imbuhnya.
- 1
- 2