SuaraJogja.id - Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) membagikan bantuan pangan kepada 1.750 orang dari kelompok pra sejahtera atau rentan di Kota Yogyakarta. Terdiri dari beberapa kelompok, penerima bantuan pangan disebut mudah terkena dampak dari pandemi.
Direktur SAPDA, Nurul Saadah Andriani mengatakan bahwa penerima bantuan adalah orang yang mudah terdampak pandemi. Mereka rentan kehilangan sumber penghidupan karena mayoritas merupakan orang yang bergantung pada anggota keluarga lain dan sulit menjangkau akses ekonomi.
"Mereka juga rentan secara kesehatan dan rentan mendapatkan kekerasan dari lingkungan sekitarnya," ujar Nurul saat ditemui di Pendopo Kemantren Kotagede Rabu (5/5/2021).
Nurul menilai penerima bantuan pangan seringkali tidak terlihat dan tidak terdengar karena selama ini terpinggirkan dan dipandang tidak mampu berkontribusi dalam keluarga dan masyarakat.
Baca Juga:Antisipasi Kerumunan di Pasar Kota Jogja, 30 Personel Kamtibmas Disiagakan
![Direktur SAPDA, Nurul Saadah Andriani saat ditemui wartawan di Pendopo Kemantren Kotagede Rabu (5/5/2021). [Mutiara Rizka Maulina / SuaraJogja.id]](https://media.suara.com/pictures/original/2021/05/05/56245-sapda.jpg)
Ia berharap melalui bantuan inu membantu penerima manfaat melewati krisis ekonomi, sebagai dampak dari covid-19. Setidaknya dalam beberapa waktu akan terjaga persedian makabab yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari.
Lebih jauhnya, Nurul berharap penerima bantuan dari kegiatan tersebut dapat menjadi prioritas dalam program bantuan dan perlindungan sosial ke depan. Sebab menurutnya, selama ini para penerima bantuan tersebur belum cukup mendapatkan perhatian.
"Untuk Kota Yogyakarta kita membagikan 1.750 sembako bagi penyandang disabilitas, lansia, perempuan kepala rumah tangga, dan kelompok seks minoriti," terangnya.
Bukan hanya memberikan paket sembako, Nurul mengatakan hal terpenting adalah pihaknya mendapatkan data siapa saja yang masuk ke dalam kelompok rentan sampai ke kluster kelurahan. Ia juga mendorong pemerintah untuk memprioritaskan kelompok-kelompok tersebut dalam memberikan bantuan saat pandemi atau bencana.
SAPDA sendiri bekerja untuk tiga kecamatan di Kota Yogyakarta, yakni Kotagede, Wirobrajan dan Jetis. Setelah didapatkan data, SAPDA juga mendorong skema pendampingan sosial yang diterima melalui pemerintah kota. Kegiatan ini menjadi pembuka terkait adanya perhatian dari pemerintah.
Baca Juga:Masih Ada 50.000 Dosis, Haryadi Yakin Vaksin Covid-19 Cukup untuk Warga
Dari data yang dimiliki, jumlah difabel di Kota Yogyakarta berada pada angka berkisar 3.700 jiwa. Kemudian anak penyandang disabilitas ada 317 jiwa. Sementara lansia yang menyandang disabilitas sekitar 1.100 orang. Data tersebur selama ini yang dipegang Dinas Sosial dan Pemkot Yogyakarta.
Sedangkan jika dilihat langsung ke kelurahan, Nurul mengaku jumlah tersebut bisa lebih dari yang saat ini sudah terdata. Misalnya data anak disabilitas yang tercatat 317 jiwa. Sementara dari penelusurannya di tiga kecamatan, terdapat 200 lebih anak penyandang disabilitas.
"Sebetulnya itu adalah cara kami untuk ngetrack untuk memberikan dukungan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mendapatkan sasaran lebih pas," ujarnya.
Bahwa ada kelompok-kelompok yang bisa jadi tidak dianggap keluarga tidak mampu atau warga miskin. Bisa jadi masuk dalam golongan keluarga kelas menengah, tapi sebenarnya membutuhkan dukungan terutama dalam situasi covid-19 saat ini. Masih banyak kelompok yang belum tersentuh.
Bantuan-bantuan biasanya diberikan kepada kelompok-kelompok sangat miskin atau miskin. Padahal sebetulnya ada kelompok yang secara harian, sebelum pandemi tidak miskin. Namun begitu pandemi, ekonomi menjadi persoalan utama bagi kelompok rentan yang memiliki anggota keluarga disabilitas atau lansia.
Beberapa upaya yang dilakukan untuk menghubungkan kelompok rentan dengan pemerintah adalah bekerjasama dengan pemerintah di tingkat kelurahan maupun kecamatan, untuk melakukan asistensi maupun pemberdayaan. Dari upaya tersebuti disampaikan kepada pemkot bahwa pihaknya bisa bekerjasama.