Epidemiolog UGM: Pembatasan Mobilitas PPKM Darurat Jangan Hanya Memindahkan Kerumunan

Epidemiolog UGM minta Pemda untuk memastikan warga masyarakat benar-benar tinggal di rumah untuk memutus rantai Covid-19

Galih Priatmojo
Sabtu, 10 Juli 2021 | 17:10 WIB
Epidemiolog UGM: Pembatasan Mobilitas PPKM Darurat Jangan Hanya Memindahkan Kerumunan
Epidemiolog UGM dr Riris Andono. [Dok. Kagama.co]

SuaraJogja.id - Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad mengungkapkan PPKM Darurat yang sudah diterapkan sejak 3 Juli 2021 lalu tidak akan optimal bila hanya dilakukan melalui pembatasan mobilitas masyarakat untuk keluar rumah.

Penghentian 70 persen mobilitas masyarakat di ruang publik seperti kawasan wisata, ritel ataupun tempat kerja tanpa dibarengi penghentian pergerakan maka tak akan efektif memutus mata rantai penularan COVID-19.

"Jangan sampai berkurangnya mobilitas di ritel, tempat rekreasi, wisata atau tempat kerja saat ppkm darurat ini hanya memindahkan kerumunan di tempat lain," ujar Riris saat wawancara daring, Sabtu (10/07/2021).

Menurut Tim Perencanaan, Data dan Analisis Gugus Tugas Penanganan CoVID-19 DIY tersebut, Pemda perlu memastikan masyarakat benar-benar tinggal di rumah. Bukan justru berkerumun di tempat-tempat tersembunyi atau di perkampungan.

Baca Juga:Praktik Curang Penjual Obat Selama PPKM Darurat, Satu Orang Diamankan Polisi Jatim

Sebab meskipun warga tetap berada di rumah, penularan masih saja dimungkinkan terjadi. Bila ada anggota keluarga yang sebelumnya positif maka mereka bisa saja menulari lainnya meski sudah tidak ada mobilitas diluar rumah.

"Jika mobilitas ini dihentikan, sebenarnya penularan itu masih terjadi di rumah tangga. [Namun] jika durasi ini berjalan cukup lama maka akan terjadi penurunan penularan," jelasnya.

Riris menambahkan, PPKM Darurat bisa berhasil bila pembatasan mobilitas masyarakat benar-benar diterapkan pada minimal 70 persen masyarakatnya. Tidak adanya aktivitas kerumunan perlu dilakukan selama dua kali masa infeksius atau sekitar 3 minggu.

Selama kurun waktu tersebut, virus akan kesulitan mencari inang baru untuk menulari. Sebab 70 persen orang berhenti bergerak sehingga virus itu akan kesulitan mencari orang-orang yang masih tidak punya imunitas untuk ditulari.

Restriksi atau pembatasan dilakukan sati satuan epidemiologis dalam satu populasi yang saling interaksi. Bila hal ini dialukan maka herd immunity bisa tercapai.

Baca Juga:Pemkot Padang Belum Putuskan untuk PPKM Darurat, Ini Alasannya

"Kalau di jogja ya restriksi dilakukan di sleman, bantul dan kota jogja karena merupakan satuan epidemiologis dalam satu populasi. Kalau gunungkidul dan kulon progo kan ada barrier geografis yang memisahkan," tandasnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini