SuaraJogja.id - Pagi itu aktivitas wanita 42 tahunan nampak tidak seperti biasanya dia lakukan. Pada pagi hari, wanita asal Mantrijeron, Kota Jogja itu biasanya masih memasak dan membersihkan rumah, tetapi pagi ini wanita bernama Dwi Wulandari sibuk menata sejumlah kain ecoprint di pojok timur aula Pandawa Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Selasa (7/9/2021).
Dibantu salah seorang anaknya, baju dan aksesori yang ia bawa tergantung rapi di salah satu besi yang dia siapkan sendiri. Selain baju, nampak masker serta kalung dan juga topi berbahan kain ecoprint menggantung di gantungan besi tersebut.
Wulan panggilannya. Wanita ini tidak akan datang ke Balai Kota Yogyakarta jika tidak ada undangan untuk memamerkan hasil olahan dan baju ecoprint miliknya untuk menarik pembeli. Kegiatan bertajuk Pameran Bersama Industri Kecil Menengah (IKM) Lurik, Ecoprint, Sibori dan Jumputan Jogja itu hanya diikuti beberapa pelaku usaha UMKM batik.
Target sasarannya juga terbatas. Hanya didatangi pejabat di lingkungan Bali Kota serta beberapa staf dan pegawai Pemkot Yogyakarta.
Baca Juga:Dua Hari Balai Kota Yogyakarta Jadi Kawasan Wajib Vaksin, Ini Evaluasinya
Warga yang sempat melintas di dekat aula Pandawa juga diperkenankan masuk. Namun, panitia sengaja tak membuat spanduk penunjuk acara pameran lantaran kondisi Jogja masih PPKM dan menghindari banyak kerumunan.
Wulan, yang menjadi peserta dalam acara itu, cukup bahagia dengan Pameran Bersama yang diadakan oleh Dekranasda Kota Jogja bersama Pemkot Yogyakarta. Pasalnya sejak PPKM Level 4, tidak ada pameran offline, sehingga ajang ini membayar kerinduannya menikmati suasana pameran.
"Selama PPKM kemarin kita jualan online terus, saya butuh penyegaran untuk bisa berjualan sambil promosi di luar. Ketika Dinas Perindustrian Koperasi dan UMKM membuat kegiatan ini, saya senang sekali," ujar Wulan, ditemui SuaraJogja.id, Selasa.
Mencapai kebahagiaan hari ini diawali dari kesulitan dan kekecewaan yang ia rasakan sebelumnya. Dimana ibu 3 anak itu harus berjuang selama pandemi Covid-19, termasuk juga penerapan PSBB hingga PPKM Darurat dan Level 4.
"Memikirkan kondisi awal Covid-19 rasanya lelah sekali. Tidak mudah untuk bisa bertahan hidup dengan hasil pendapatan yang jatuh drastis," terang Wulan.
Baca Juga:Masuk Balai Kota Jogja Wajib Divaksin, Yuni Sempat Mau Putar Balik tapi Divaksin Gratis
Ia bercerita bahwa usaha kain ecoprint bukan menjadi satu-satunya pendapatan di keluarga Wulan. Saat itu ia dan tiga anaknya mengandalkan penghasilan suami sebagai karyawan swasta.
Perampingan karyawan serta PHK dilakukan oleh perusahaan suami Wulan bekerja. Akhirnya nasib pahit menimpa ia dan keluarga.
"Maret 2020 saat ada Covid-19 di Jogja, suami saya malah di-PHK. Bagaimana tidak stres? Saya waktu itu hanya mengerjakan kain ecoprint ini hanya sebatas hobi," ujar Wulan sambil mengingat lagi kondisi keluarganya saat itu.
Karena permasalahan itu, aktivitas membuat baju ecoprint sempat berhenti. Hampir 30 hari, ia dan suami mengalami tekanan.
Wulan berpikir bahwa hidup harus tetap berjalan, keahlian dan hobinya selama ini ia ubah untuk dijadikan penghasilan utama untuk keluarga.
Sayang, meski sudah giat melakukan promosi baju dan kain, tidak banyak peminat yang datang yang memesan juga jarang sekali.
Titik balik kehidupannya dimulai saat ia mencari masker bedah di apotek. Banyak apotek yang terpaksa membatasi pembelian hingga masker bedah menjadi langka.
Waktu itu, Wulan menganggap jika sulit mencari masker bedah, mengapa tidak menggunakan kain saja yang dibuat seperti masker.
Satu keluarga dibuatkan masker dengan bentuk yang sama dengan kain perca bekas ecoprint. Ketika mereka mengenakan saat acara keluarga besar, banyak yang tertarik dengan desain dan bahan masker.
"Mulai dari situ ada yang orang tanya, beli dimana?. Saya bilang membuat sendiri. Setelah itu baru banyak yang meminta dibuatkan," ujar dia.
Pembuat masker dengan kain ecoprint masih sedikit saat itu. Peluang tersebut dimanfaatkan Wulan.
Desain yang dia buat tebal dengan motif gambar ecoprint yang unik muali disenangi pelanggan. Memanfaatkan toko online, keluarganya makin banyak mendapat pesanan.
Ketika pertengahan 2020 lalu, dirinya bahkan sudah menerima order hingga 600-700 masker per bulan. Kain dan kemeja ecoprint-nya malah tidak banyak peminatnya kala itu.
Hingga tahun 2021 kata Wulan, dirinya masih menerima orderan masker. Meski sudah ada penurunan PPKM, jumlah permintaan masker masih lebih tinggi dibanding kain dan kemeja.
"Ini akhirnya menjadi pendapatan di tengah situasi sulit sekarang. Sampai sekarang kami masih sering memproduksi masker ecoprint," kata dia.
Satu set masker dia jual dengan harga Rp20-25 ribu. Wulan menginovasi maskernya memiliki tali atau konektor untuk pengguna hijab.
Sebagai Industri Kecil Menengah, Wulan mengirim hasil olahan kain ecoprint hingga ke Jakarta dan Semarang. Bahkan hingga ke Medan.
"Jika yang order di luar Jawa minimal order 500 pcs," ujar dia.
Saat ini omzet penghasilannya sudah cukup stabil. Kebutuhan sekolah anak dan kebutuhan hidup sehari-harinya sudah bisa terpenuhi.
Wulan merupakan satu dari sekian pengusaha mikro menengah yang terdampak pandemi Covid-19. Akibatnya ekonomi terganggu.
Namun dirinya langsung mengambil aksi ketika melihat peluang besar untuk penggunaan masker.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian Koperasi dan UMKM Kota Yogyakarta Tri Karyadi Riyanto menyebut bahwa kegiatan ini adalah bentuk baru para pelaku usaha mikro menengah bersaing setelah situasi PPKM kemarin.
"Ini sebagai angin segar untuk teman-teman UMKM yang berjualan secara online saja. Nah kegiatan ini kami ajak 25 pengusaha yang nantinya akan kami lakukan lagi pada 19 September," kata Tri.
Harapannya dengan kembalinya pameran offline itu, banyak ekonomi pengusaha yang kembali bergeliat. Meski dengan penerapan PPKM, pihaknya juga akan membatasi dan membuat mekanisme pameran yang tak menimbulkan kerumunan.