Penguasaan Tanah Desa di Yogyakarta: Dari Keraton hingga Investor

penguasaan tanah kas desa di Yogyakarta ini merupakan bagian pertama dari tiga bagian mengenai investigasi agraria hasil kolaborasi dari lima media.

Tim Liputan Khusus
Senin, 20 September 2021 | 13:15 WIB
Penguasaan Tanah Desa di Yogyakarta: Dari Keraton hingga Investor
Suasana salah satu akses jalan menuju Keraton Yogyakarta di Jalan Malioboro, Kota Jogja, Minggu (19/9/2021). tim Suara.com.
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih (batik coklat) dan jajarannya melakukan kunjungan ke salah satu bagian tanah desa Srimulyo yang digunakan untuk pengembangan industry oleh PT Yogyakarta Isti Parama (YIP), di Kapanewon Piyungan, Bantul, Selasa (25/5/2021). [tim Suara.com]
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih (batik coklat) dan jajarannya melakukan kunjungan ke salah satu bagian tanah desa Srimulyo yang digunakan untuk pengembangan industry oleh PT Yogyakarta Isti Parama (YIP), di Kapanewon Piyungan, Bantul, Selasa (25/5/2021). [tim Suara.com]

“Jadi 15 tahun lalu saya punya gagasan itu, lalu berbicara dengan dua teman lama yang sudah saya kenal selama 30 tahun. Kenalnya sejak SMA. Ada satu orang yang saya percaya dan saya minta tolong pilihkan satu pengusaha yang bisa memahami dan mewujudkan ide gagasan saya di DIY,” kata dia saat diwawancara secara daring pada Jumat (2/7/2021).

Pengembangan KIP diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi 70 ribu warga Yogyakarta atau pun luar Yogyakarta. Pihaknya ikut menentukan perusahaan yang dinilai layak bergabung karena dianggap dapat mengembangkan DIY serta tak mengizinkan perusahaan yang berpotensi menyebabkan polusi.

“Iya, tapi dipilih-pilih. Kalau misalnya dia industri pembawa limbah yang mencemari sungai, udara, saya katakan tidak,” ujar dia.

Wironegoro menyatakan, meski punya andil mendatangkan YIP, tetapi tidak mengambil keuntungan apapun dari bisnis itu. 

Baca Juga:Dua Pekan Beroperasi di Balai Kota Yogyakarta, Mobil Vaksin Imunisasi 50 Orang Per Hari

“Saya tidak mempunyai saham satu persen pun di perusahan itu. Saya dengan sukarela, dengan keterpanggilan saya membawa sesuatu yang baik-baik dan hebat dari Yogyakarta. Saya hanya ingin menjaga, bukan hanya di kawasan industri, juga kepada teman-teman yang sedang membantu kami,” klaim dia.

Pihak keraton, lanjut Wironegoro juga ikut dalam pengembangan KIP. Namun hanya berupa pendampingan kultural agar berjalan sesuai kaidah, menciptakan harmoni, kesuksesan, serta kesejahteraan di masyarakat.

“Kami inilah pihak keraton itu yang bahu-membahu agar proyek besar ini tidak hanya sukses secara ekslusif, tapi bermanfaat yang saya sebutkan berkali-kali (secara luas). Kami memang memantau,” ujar dia.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Eddy belum bersedia diwawancara untuk dikonfirmasi lebih lanjut. Eddy sempat menyatakan belum bisa memberikan informasi karena koordinasi pembahasan persoalan dengan Srimulyo masih berproses di Pemda Bantul, jelasnya melalui pesan singkat WhatsApp (WA) (5/6/2021). 

Selain melalui WA, tim kolaborasi juga menghubungi melalui surat pada 18 Agustus 2021. Surat kedua diberikan pada 4 September 2021, tetapi ditolak pihak YIP karena belum bisa memberi kepastian waktu wawancara. 

Baca Juga:Wamenkumham Berharap Tahun Ini Kantor Imigrasi Yogyakarta Dapat WBBM

“Nanti saya sampaikan dulu kepada timnya Pak Eddy,” kata Koordinator Lapangan YIP, Widodo.

Keluarga keraton di mal dan wisata air

Pemanfaatan tanah desa oleh pihak Keraton Yogyakarta tak hanya di Srimulyo. Pusat perbelanjaan terbesar di Padukuhan Kutu Patran, Kalurahan Sinduadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, yaitu Jogja City Mall (JCM) juga menggunakan sebagian tanah desa. Pendirian JCM yang saat ini dipimpin pengusaha ternama, Soekeno, diduga tak lepas dari campur tangan keraton. 

Izin pertama terbit berdasar Surat Izin Gubernur DIY Nomor 35/IZ/2013 tentang Pemanfaatan Tanah Kas Desa Sinduadi oleh PT Garuda Mitra Sejati (GMS). Isinya, tanah kas desa seluas 845 meter persegi disewa untuk membangun pusat perbelanjaan yang saat ini bernama Jogja City Mall (JCM).

Izin gubernur ini diduga memudahkan GMS mendirikan JCM. Berdasarkan dokumen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM yang diakses tim kolaborasi per per 21 Maret 2021, adik Sultan, almarhum Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto menjadi Komisaris Utama di GMS dengan kepemilikan saham sebesar Rp32 miliar.

Hadiwinoto ketika itu juga menjabat sebagai Penghageng Panitikismo, yaitu lembaga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang mengurus soal pertanahan. Anak-anaknya, Raden Ajeng (R.Aj) Lupitasari serta Raden Mas (RM) Bambang Prastari juga memiliki saham masing-masing Rp11,6 miliar tanpa memegang jabatan apapun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak