SuaraJogja.id - Tanah desa di DIY pada masa Sultan Hamengku Buwono IX dinyatakan milik desa berdasarkan Perda DIY Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah di DIY. Namun setelah UU Nomor 5 Tahun 1960 lahir ditindaklanjuti Perda DIY Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku Sepenuhnya UU Pokok Agraria (UU Nomor 5 Tahun 1960) di DIY, tanah desa dikuasai negara.
Namun pada masa Sultan Hamengku Buwono X, usai UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY lahir, tanah desa didata untuk disertifikatkan atas kepemilikan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau pun Kadipaten Puro Pakualam. Upaya tersebut didasarkan pada Perdais DIY Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten dan Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa. Klausul aturan itu mengingatkan pernyataan Gubernur DIY sekaligus Raja Yogyakarta Sultan HB X pada 2015, bahwa tak ada tanah negara di DIY.
Lantaran itu pula, upaya pemerintah desa di DIY untuk memperkuat status hak pakai tanah desa di atas tanah negara dengan mengajukan sertifikasi, terganjal sejak 2017. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) DIY ‘menghentikan’ sementara prosesnya sejak tahun itu.
Pemerintah Kalurahan Sinduadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman termasuk yang kerap mengurus sertifikasi tanah desa ke BPN Sleman. Lebih kurang terdapat 110 hektare tanah desa yang terbagi untuk pengarem-arem (pensiuanan pamong desa), pelungguh (pendapatan perangkat desa) dan tanah kas desa di sana.
Baca Juga:LPSK Beri Jaminan, Saksi Kasus Bom Molotov di Kantor LBH Yogyakarta Jangan Takut Bicara
![Sejumlah pengendara melintas di depan Kantor Wilayah BPN DIY, Jalan Brigjend Katamso,Kemantren Mergangsan, Kota Yogyakarta, Minggu (19/9/2021). [tim suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/09/21/59961-bpn-diy.jpg)
“Kami sudah tiga tahun ini menyertifikatkan, tapi tidak ada (sertifikat yang jadi). Belum ada kejelasan, ini nanti harusnya atas nama siapa. Masih tarik ulur antara pemda, BPN, dan kasultanan. Sejak 2017 sudah tidak boleh (menyertifikatkan),” kata Carik (Sekretaris Desa) Sinduadi, Sumarno saat ditemui tim kolaborasi liputan investigasi agraria yang terdiri dari Suara.com, Tirto.id, Jaring.id, Kompas.com, dan Project Multatuli, Senin (17/5/2021).
Berdasarkan Pasal 11 ayat 2 Pergub 34, bahwa sertifikasi atas nama pemerintah desa yang semula dengan hak pakai di atas tanah negara diubah menjadi hak pakai di atas tanah milik kasultanan atau kadipaten. Tanah desa yang dimaksud adalah yang berdasarkan Pasal 8 ayat 1 huruf a Perdais Pertanahan, yaitu tanah desa yang asal-usulnya dari hak anggaduh merupakan tanah kasultanan.
“Kami yang tergabung di asosiasi desa ya, pernah membicarakan itu bersama. Kami melihat tanah-tanah ini milik kasultanan yang diberikan kepada kami. Desa hanya boleh mengelolanya,” ujar dia.
Upaya Pemda DIY ‘mengembalikan’ tanah-tanah desa di Yogyakarta menjadi milik kasultanan atau kadipaten ditunjukkan dengan menarik sertifikat-sertifikat tanah desa. Kundha Niti Mandala sarta Tata Sasana atau Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY mengakomodasi penarikan sertifikat dengan memberikan surat tembusan ke tiap kabupaten untuk segera mengumpulkan sertifikat yang masih disimpan di desa-desa.
Anggota Staf Seksi Pemerintahan Kalurahan Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Bantul, Arya Panuntun pasrah dengan program tersebut. Ia mengungkapkan pada pekan keempat Maret 2021, pemerintah desa mendapatkan surat perihal pengumpulan sertifikat. Surat dari Dispertaru Bantul bertanggal 24 Maret 2021 itu meminta semua lurah se-Kabupaten Bantul menyerahkan sertifikat tanah desa yang masih disimpan di desa dengan batas waktu maksimal 31 Maret 2021.
Baca Juga:Top 5 SuaraJogja: Ganjar Terancam Sanksi PDIP, Khotbah Pendeta Soal Muhammadiyah
“Sesuai arahan dan petunjuk dispertaru, (sertifikat tanah desa) akan diganti (menjadi) hak milik kasultanan, sesuai UU Keistimewaan. Dampak pastinya setelah itu, kami cuma bisa ikut arahan dan peraturan saja,” jelas Arya ditemui tim kolaborasi di kantornya, Rabu (7/4/2021).