Sengkarut Sertifikasi Tanah Desa Menjadi Hak Milik Keraton

Upaya Pemda DIY mengembalikan tanah-tanah desa di Yogyakarta menjadi milik kasultanan atau kadipaten ditunjukkan dengan menarik sertifikat-sertifikat tanah desa

Tim Liputan Khusus
Selasa, 21 September 2021 | 12:25 WIB
Sengkarut Sertifikasi Tanah Desa Menjadi Hak Milik Keraton
Tugu Pal Putih Kota Yogyakarta alias Tugu Jogja - (SUARA.com)

“Kami bareng-bareng minta petunjuk kepada Pak Menteri khusus pengaturan tanah di DIY. Pusat yang menentukan payung hukum itu. Berupa permen (peraturan menteri), SE (surat edaran), atau juknis (petunjuk teknis),” jelas Anna.

Upaya itu berbuah hasil. Menteri ATR/Kepala BPN Pusat, Sofyan A. Djalil membuat kebijakan dalam bentuk Juknis Nomor 4/Juknis-HK.02.01/X/2019 tentang Penatausahaan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten di Wilayah Provinsi DIY tertanggal 29 Oktober 2019. Sementara Pemda DIY menginginkan payung hukum berupa permen.

Alasan pihak kementerian, karena kebutuhan pengaturan tanah hanya untuk desa-desa di Provinsi DIY saja. Kementerian meyakini, dasar untuk penyertifikatan tanah desa melalui juknis sudah sangat kuat. Juknis inilah yang memudahkan BPN DIY kembali melanjutkan proses sertifikasi tanah desa menjadi milik kasultanan atau kadipaten sejak 2020.

Butuh dua tahun BPN DIY mendapat juknis tersebut setelah pengesahan Perdais Pertanahan. Anna menjelaskan, karena ada banyak pembahasan yang perlu dilakukan terlebih dahulu sampai pada akhirnya BPN DIY meminta petunjuk Menteri ATR.

Baca Juga:LPSK Beri Jaminan, Saksi Kasus Bom Molotov di Kantor LBH Yogyakarta Jangan Takut Bicara

Sebenarnya, menurut Anna, ada upaya lain yang bisa membantu penyertifikatan tanah desa tanpa harus menunggu turunnya juknis. Berupa pengajuan surat permohonan pengakuan hak atas tanah desa oleh keraton dan kadipaten kepada negara. 

Mekanisme tersebut sudah diatur di dalam UUPA dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Idealnya pemerintah desa melepaskan haknya dulu menjadi tanah negara. Setelah itu dimohonkan menjadi tanah kasultanan dan kadipaten. 

“Tapi kasultanan dan kadipaten tidak mau memohon kepada negara, karena itu merupakan tanah mereka. Mekanisme ini memang butuh waktu agak lama,” jelas Anna.

Sementara mekanisme dalam juknis berbeda. Tanah desa yang asal-usulnya dari kasultanan dan kadipaten dengan hak anggaduh termasuk tanah bukan keprabon atau dede keprabon. Tanah desa yang belum terdaftar atau belum bersertifikat akan dilakukan pendaftaran tanah dan diterbitkan sertifikat hak milik atas nama kasultanan atau kadipaten. Syaratnya dengan melampirkan akta pemberian hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak milik atau serat kekancingan. Serat kekancingan adalah surat keputusan pemberian hak atas tanah dari kasultanan atau kadipaten kepada pihak ketiga yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.

Sedangkan tanah desa yang telah terdaftar atau sudah bersertifikat akan diterapkan ketentuan yang berbeda. Untuk memperjelas kepemilikan tanah desa adalah milik kasultanan atau kadipaten, sertifikat tanah desa lama tidak akan diganti dengan sertifikat baru. Dalam buku tanah dan sertifikat lama hanya akan diberikan catatan pada kolom “sebab perubahan” berupa, “Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor xxxx Desa/Kalurahan (nama) berada di atas Tanah Milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau Kadipaten Pakualaman”. 

Baca Juga:Top 5 SuaraJogja: Ganjar Terancam Sanksi PDIP, Khotbah Pendeta Soal Muhammadiyah

“Catatan tersebut dapat menggunakan stempel, cap, atau tera dan ditandangani oleh Kepala BPN,” kata Anna.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak