Kenaikan Cukai Rokok Tak Pengaruhi Penjualan Tembakau, Ini Penyebabnya

Meski begitu, kenaikan tarif cukai rokok tak lantas membuat perokok beralih membeli tembakau yang diracik sendiri.

Galih Priatmojo | Rahmat jiwandono
Kamis, 06 Januari 2022 | 10:56 WIB
Kenaikan Cukai Rokok Tak Pengaruhi Penjualan Tembakau, Ini Penyebabnya
Karyawan Tobeko sedang menimbang tembakau yang akan dibeli seseorang, Rabu (5/1/2022). (SuaraJogja.id/Rahmat Jiwandono)

SuaraJogja.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani resmi menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12 persen mulai awal tahun ini. Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi golongan dengan kenaikan cukai rokok tertinggi.

Sigaret putih mesin golongan I, misalnya, mengalami kenaikan 13,9 persen dengan minimal harga jual eceran atau per batang sebesar Rp .005 dan per bungkus atau 20 batang Rp40.100.

Meski begitu, kenaikan tarif cukai rokok tak lantas membuat perokok beralih membeli tembakau yang diracik sendiri. Atau dalam bahasa biasa disebut dengan istilah tingwe atau linting dewe (melinting sendiri). 

Karyawan Tobeko, toko penjual tembakau sekaligus rokok di Jalan DI Panjaitan, Kemantren Mantrijeron, Kota Jogja, Osas menuturkan naiknya harga rokok tidak berpengaruh pada penjualan tembakau. Sebab, masing-masing ada peminatnya. 

Baca Juga:Impian Jogja Capai Zero Waste, Wawali: Sampah Diolah Dulu, Setelah Itu Dibuang

"Tidak begitu mempengaruhi, peminat rokok dan tembakau juga masih banyak. Tidak bisa dibilang rokok mahal terus tembakau banyak dibeli," kata dia kala berbincang dengan SuaraJogja.id, Rabu (5/1/2022). 

Pihaknya menjual tembakau yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, tembakau yang sudah diberi perasa, dan tembakau yang rasanya menyerupai merek rokok tertentu. Tembakau dijual dengan harga variatif mulai Rp4.000 sampai Rp35.000. 

"Kalau untuk tembakau daerah misalnya di Jogja ada yang dari Siluk, Bantul. Harganya juga beda-beda, yang daerah mulai Rp4.000 per 25 gram," jelasnya. 

Dalam satu hari tembakau yang terjual kurang lebih 2-3 kilogram. Adapun jumlah orang yang datang membeli tembakau sekitar 100. 

"Dalam sehari ada 100 orang yang cari tembakau di toko kami. Dilihat dari usia pembeli kalau yang 30-40 tahun biasanya beli tembakau daerah, kalau yang 18 tahun ke atas carinya yang flavour (ada rasanya)," tambahnya. 

Baca Juga:Terjadi Penularan Lokal 1 Keluarga di Jogja, Pemkot Pastikan Sebaran Covid-19 Tak Meluas

Menurut dia, pada awal munculnya pandemi Covid-19, perokok sempat beralih menjadi tingwe. Namun, seiring berjalannya waktu mereka kembali jadi perokok. 

"Awal corona banyak pindah ke lintingan sendiri tapi lambat laun rokok juga masih diminati," katanya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini