Di Depan Tetenger HB IX, Sri Sultan Luruskan Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949

Sultan menambahkan, selain tanggal yang berbeda, ada informasi yang salah terkait peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Eleonora PEW
Selasa, 01 Maret 2022 | 18:46 WIB
Di Depan Tetenger HB IX, Sri Sultan Luruskan Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949
Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyampaikan Kepres Nomor 2 Tahun 2022 di Kraton Yogyakarta, Selasa (01/03/2022). - (Kontributor SuaraJogja.id/Putu)

SuaraJogja.id - Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyampaikan Keputusan Presiden (kepres) RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang penetapan Hari Penegakan Kedaulatan Negara di Keraton Yogyakarta, Selasa (01/03/2022) sore. Berdiri di depan tetenger atau prasasti Sri Sri Sultan HB IX yang dibangun pada 29 Juni 2000, Sultan mencoba meluruskan sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, yang akhirnya ditetapkan sebagai hari nasional ini.

Di depan para bupati/wali kota serta keluarga, Sultan menyampaikan bahwa peristiwa serangan para pejuang melawan tentara Belanda yang menduduki Yogyakarta sebenarnya tidak terjadi pada 1 Maret 1949. Peristiwa itu, kata dia, sebenarnya terjadi justru satu hari sebelumnya.

"Yang mungkin Bapak-Ibu yang belum tahu, tapi untuk melengkapi peristiwa ini saya dapat cerita, menurut almarhum Sri Sultan HB IX, kejadian itu 1 maret, tapi sebenarnya 28 Februari [1949], tapi karena bocor informasinya maka diubah jadi 1 Maret [1949]," ungkapnya.

Namun, Sultan mengaku tidak memiliki bukti autentik perbedaan tanggal peristiwa tersebut. Karenanya, Sultan tidak bisa menjelaskan secara rinci perubahan tersebut.

Baca Juga:Diperjuangkan Sejak 2018, Peristiwa Serangan Umum 1 Maret Akhirnya Disahkan Jadi Hari Penegakan Kedaulatan Negara

Sultan selama ini hanya diam meski mendapatkan cerita ayahnya, yang merupakan salah satu pemrakarsa Serangan Umum saat agresi Militer Belanda tersebut. Namun di momen berharga saat ini, saat 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Sultan akhirnya buka suara.

"Di momentum ini saja saya menyampaikannya. Saya tidak bisa jelaskan lebih lanjut karena saya dapat cerita ya dari orang tua, nak ditakoni buktine yo ra ngerti [kalau ditanya buktinya ya tidak tahu]. Lebih baik saya diam, tidak pernah mau berbicara," tandasnya.

Meski berbeda tanggal, Sultan tak mempermasalahkannya karena yang lebih penting, peristiwa tersebut menjadi tonggak pengakuan dunia bahwa Indonesia sudah merdeka pada 17 Agustus 1945. Sebab, dengan adanya agresi militer Belanda ke Indonesia, maka pemerintah Belanda tetap tidak mau mengakui kemerdekaan NKRI.

Dengan adanya perlawanan para pejuang bersama para tentara untuk menguasai Yogyakarta selama 6 jam, maka mata dunia pun terbuka akan kemerdekaan Indonesia.

"Kami tidak menunjuk orang, tapi setelah republik ini merdeka kan berdualat. Tapi Belanda tidak menghargai kedaulatan negara lain karena ada agresi, sampai dua kali. Di sidang umum PBB ada intrik politik dan disinformasi [belanda]. Dengan adanya peristiwa 1 maret [1949] itu punya implikasi besar karena kekuatan indonesia masih ada meski gerilya," ungkapnya.

Baca Juga:Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang Ditetapkan Jokowi 1 Maret: Cek Pengertian dan Sejarahnya

Sultan menambahkan, selain tanggal yang berbeda, ada informasi yang salah terkait peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, yakni bahwa perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 terjadi bukan karena permintaan Sri Sultan HB IX.

Peristiwa terjadi karena permintaan Presiden RI Sukarno. Sebab keamanan presiden terancam oleh Belanda yang belum juga mengakui kemerdekaan Indonesia. Hanya India yang pertama kali mengakui kemerdekaan negara ini.

"Sehingga dasarnya bukan almarhum [sri sultan hb IX] yang meminta [ibukota] di jogja tapi dari permintaan presiden RI untuk pindah karena merasa tidak aman. Jadi jangan lagi suwargi (almarhum-red) sri sultan IX [dianggap] untuk meminta [ibukota pindah] di jogja. Menawarkan itu setelah presiden soekarno yang menawarkan untuk meninggalkan jakarta di tempat lain," tandasnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak