SuaraJogja.id - Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) milik Kabupaten Sleman mangkrak sejak mulai dibahas pascadiusulkan pada 2014.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Cahya Purnama mengungkap, sejak 2014 kendala pembahasan dan pengesahan Perda KTR karena di Kabupaten Sleman masih banyak perokok aktif.
"Kita tidak menutup mata, di lingkungan birokrasi, legislasi masih banyak yang merokok. Sehingga ini juga memengaruhi terhadap pengambilan keputusan," tuturnya, Selasa (31/5/2022).
Bila Perda KTR disahkan, maka kebijakan pelarangan konsumsi, promosi, produksi rokok di tempat-tempat tertentu yang diatur, sifatnya akan lebih tegas.
Baca Juga:Dorong Literasi Bahaya Rokok dan Penerapan KTR, Dinkes Sleman Resmikan Gasbro!
"Berbeda dengan Perbup. Kalau Perbup itu imbauan," ucapnya.
Selain itu, bila sudah disahkan, maka ketegasan penerapan Perda KTR akan dilengkapi dengan perangkat pengawas dan pengamanan, yang akan mengawal berjalannya Perda di lapangan.
Sementara ini, ketika ada pelanggaran terjadi di titik lokasi yang masuk dalam area KTR, maka Pemkab Sleman hanya dapat memberi imbauan dan pendekatan.
"Kalau dilihat memang ada peningkatan utilisasi dari masyarakat tentang KTR itu, hanya kalau dari regulasi memang masih stagnan. Dari Perbup dan SE jalan terus. Kami juga terus membudayakan Germas, " ucapnya.
Cahya menambahkan, sebagai bagian dari tahap penyusunan Perda, Pemkab Sleman juga telah studi banding ke sejumlah daerah dan tempat-tempat yang sudah punya KTR. Termasuk pula mengundang tenaga ahli untuk mencermati draft.
"Tinggal kami up lagi semoga bisa disetujui," terangnya.
Ia menambahkan, kendati kendala penyusunan Perda masih ada, namun Dinkes Sleman tak pupus harapan.
Pasalnya, Bupati Sleman telah memberi dukungan agar Perda KTR disahkan. Maka, situasi ini dinilai oleh Cahya punya poin cukup bagus untuk penguatan ke depan.
"Saya optimistis perda KTR bisa kami golkan," kata dia.
Sub Koordinator Promosi Kesehatan Dinkes Sleman Cahya Prihantama menyebut, dalam draft Perda KTR, beberapa area yang masuk dalam KTR ada tujuh titik.
Mulai dari pelayanan kesehatan seperti RS, Puskesmas, klinik kesehatan; fasilitas kegiatan belajar mengajar seperti TK, SD, SMP, SMA dan jenjang lainnya; tempat bermain anak; tempat ibadah; tempat kerja; tempat umum, seperti mall atau area publik; angkutan umum.
Sebagai upaya menekan angka konsumsi rokok usia anak dan remaja, Pemkab Sleman juga melibatkan Forum Anak. Mereka inilah yang akan membantu Pemkab Sleman untuk menyuarakan pentingnya keluarga sehat, anak sehat.
"Agar tidak banyak generasi ke depan yang terkena penyakit karena rokok," tuturnya.
Pegiat Quit Tobacco Indonesia Prof. Yayi Suryo Prabandari menjelaskan, salah satu cara produsen menarik minat masyarakat mengonsumsi rokok, --baik rokok dibakar maupun tak dibakar--, yakni lewat pemasaran daring dan memproduksi rokok dalam bentuk yang funky.
"Misalnya pakai vape yang lebih mahal, akan membuat seseorang terlihat beruang dan menawarkan prestise. Orang Indonesia itu kan senang terlihat wah, berbeda dengan yang lain," tuturnya.
Belum lagi, kini bertebaran toko tembakau. Mereka menawarkan rokok dengan versi lebih murah karena bisa melinting sendiri, meracik dan membentuknya sesuai ukuran yang diinginkan konsumennya.
"Anak muda juga punya pemikiran 'sekali coba tidak apa-apa'. Mereka tahu konsumsi rokok itu bahaya, tapi tidak tahu apa bahayanya terhadap diri mereka sendiri," sebutnya.
"Ada lagi, masyarakat masih ada yang melihat rokok sebagai simbol kejantanan, modernisasi," terangnya.
Kontributor : Uli Febriarni