SuaraJogja.id - Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang tengah dibahas di Komisi I DPR RI menjadi sorotan banyak pihak.
Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nanik Prasetyoningsih menyatakan, revisi tersebut dinilai janggal karena akan mengembalikan dwifungsi ABRI laiknya pada masa Orde Baru (orba).
"Substansi dari RUU TNI yang memberikan perluasan jabatan sipil untuk anggota militer aktif menjadikan TNI dapat melakukan intervensi dalam bidang yang kurang sesuai dengan fungsi dari TNI," papapr Nanik di Yogyakarta, dikutip Rabu (19/3/2025).
Menurut Ketua Program Studi Hukum Program Magister UMY tersebut, perluasan jabatan sipil TNI bisa berpotensi untuk menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga terkait di bidang tersebut. Ketidaksesuaian adanya dwifungsi militer tersebut bisa mengancam supremasi sipil dari masyarakat.
Baca Juga:UGM Tolak Revisi UU TNI, Proses Tertutup di Hotel Mewah Abaikan Suara Rakyat
Sebab kewenangan TNI dalam RUU tersebut masih akan ditambah dengan perluasan tugas operasi militer selain perang. Sebut saja di bidang penanganan narkotika, siber dan informatika, serta konflik WNI di luar negeri.
"Itu semua tercantum dalam RUU TNI dan perlu diatur dengan tegas batas dari kewenangan di setiap bidang tersebut, karena selama ini sudah ada lembaga yang berwenang seperti BNN, BSSN dan Kementerian Luar Negeri," ujarnya.

Nanik mengingatkan, apapun agenda yang direncanakan dalam RUU TNI, mestinya harus tetap menjaga keberlangsungan supremasi sipil dalam sistem demokrasi.
Ini sekaligus untuk menyelaraskan adanya batasan yang jelas dan tegas terhadap keterlibatan TNI dalam jabatan sipil.
Secara formil, pembahasan RUU TNI saat ini dinilai kontroversial karena tidak melibatkannya meaningful participation dari masyarakat.
Baca Juga:Tips Hindari Impulsif Buying Usai Terima THR untuk Mahasiswa, Dosen UGM Sarankan Begini
Apalagi selama pembahasan dilakukan secara tertutup dan memunculkan kekhawatiran pada supremasi sipil.