SuaraJogja.id - Seorang guru honorer di Sleman, Hedi Ludiman (49) masih berjuang melawan mafia tanah.
Perjuangan ini sudah berlangsung bahkan setidaknya selama 12 tahun lebih.
Selama belasan tahun itu, ia mencoba untuk merebut kembali sertifikat tanah dan rumah milik istrinya, Evi Fatimah (38) yang hingga sekarang masih dikuasai oleh mafia tanah.
Objek sengketa itu berupa tanah warisan seluas 1.475 meter persegi dan bangunan rumah di Pedukuhan Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman.
Baca Juga:Berbah Sleman Akhirnya segera Punya SMA Negeri, Warga Tak Perlu Sekolah ke Kecamatan Lain
Adapun tanah tersebut merupakan tanah warisan.
Nilainya kini jika ditaksir mencapai Rp5 miliar. Namun, sayangnya sertifikat tanah itu masih raib.
Kasus bermula pada 2011 saat Evi bertemu dua orang calon penyewa rumah berinisial SJ dan SH.
Mereka mengaku ingin mengontrak rumah untuk usaha konveksi selama lima tahun dengan nilai total Rp 25 juta atau Rp5 juta per tahun.
Kesepakatan pun telah terjadi. SJ dan SH mulai menempati rumah kontrakan itu pada 2012.
Baca Juga:Ruang Bernafas di Tengah Kepadatan: RTP Gatotkaca Jadi Solusi Kumuh di Mrican
Ketika itu, dua orang tersebut membujuk Evi sehingga mau memberikan sertifikat tanahnya sebagai jaminan sebelum menempati rumah.
Evi yang tak menaruh curiga menyerahkan sertifikat tanah itu pada kedua orang itu tepatnya awal Agustus 2011.
Sembari kedua pengontrak rumah itu membayar uang kontrakan secara bertahap terhitung dari Agustus-Desember 2011.
"Sertifikat sudah saya serahkan ke SJ dan SH karena kan dia ngasih uang saya kan sebagai untuk kepercayaan karena dia takut saya lari. Jadi buat jaminan karena mau menyerahkan uang Rp 25 juta," kata Evi.
Tak lama setelah itu, Evi diajak ke kantor notaris di Kalasan, Sleman, untuk menandatangani dokumen.
"Yang ditandatangani itu tidak tahu [apa], katanya kan perjanjian kontrak mengontrak [rumah]," tambah Hedi .