UGM Kembalikan Harta Karun Warloka! Apa yang Disembunyikan Selama 15 Tahun?

Koleksi-koleksi yang dikembalikan itu terdiri dari perhiasan, alat bantu, gerabah, keramik, koin, hingga tulang belulang.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 16 Juli 2025 | 18:26 WIB
UGM Kembalikan Harta Karun Warloka! Apa yang Disembunyikan Selama 15 Tahun?
Departemen Arkeologi dan Program Studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Gadjah Mada menyerahkan benda-benda budaya kepada masyarakat Warloka, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Senin (14/7/2025). (dok.Istimewa)

SuaraJogja.id - Setelah lebih kurang 15 tahun berada di ruang penyimpanan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), artefak budaya hingga sisa kerangka manusia leluhur dari Warloka, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur akhirnya kembali ke tanah asalnya.

UGM memulangkan berbagai koleksi berharga itu sebagai bagian dari komitmen etis untuk mengembalikan warisan budaya kepada pemilik sahnya yakni komunitas lokal.

Sebanyak 40 kilogram artefak dikembalikan ke masyarakat Warloka, Senin (14/7/2025) lalu.

Koleksi-koleksi yang dikembalikan itu terdiri dari perhiasan, alat bantu, gerabah, keramik, koin, hingga tulang belulang dari tiga individu leluhur.

Baca Juga:Sekolah Rakyat Dimulai! Anies Beri Pesan Menohok: Program Baik untuk Rakyat Ya Dijalankan Tuntas

Benda-benda ini merupakan hasil ekskavasi arkeologis yang dilakukan UGM sekitar 15 tahun silam dan disimpan untuk kebutuhan riset.

Pemulangan ini bukan sekadar prosesi simbolis. Tular Sudarmadi selaku ketua tim repatriasi mengatakan bahwa tindakan ini menjadi penanda perubahan cara pandang dalam dunia akademik, dari mengoleksi untuk ilmu pengetahuan, menjadi berbagi demi keadilan.

"Saya merasa memiliki kewajiban moral untuk mengembalikan benda-benda ini kepada Komunitas Warloka," kata Tular, Rabu (16/7/2025).

Disampaikan Tular, bahwa sebagai akademisi, penting untuk membangun relasi setara dengan komunitas yang menjadi subjek penelitian.

Kini, UGM pun tengah merancang pedoman universitas untuk tata kelola benda hasil ekskavasi arkeologis. Langkah ini dipercaya akan menjadi inisiatif pertama di Indonesia.

Baca Juga:Niat Ujian di UGM Berujung Nestapa: Remaja Bandung Kemalingan di Masjid Sleman

Dosen FIB lainnya, Rucitarahma Ristiawan, menambahkan bahwa pemulangan artefak kepada komunitas asal merupakan langkah penting menuju keadilan epistemik.

Ia juga menekankan pentingnya pembagian manfaat hasil riset secara adil antara akademisi dan masyarakat.

"Repatriasi ini mengakui nilai sistem pengetahuan lokal dan memperkuat hak komunitas untuk menarasikan sejarahnya sendiri," ucap Ristiawan.

Kegiatan ini turut didukung oleh arkeolog UGM Oto Alcianto dan Dr. Emiline Smith peneliti art crime dan kriminologi daru University of Glasgow.

Tak lupa ditekankan terkait pentingnya refleksi etis dalam riset budaya. Termasuk perlunya kolaborasi internasional agar praktik repatriasi bisa berkelanjutan.

Ristiawan menambahkan bahwa proses pemulangan artefak harus dilengkapi dengan dukungan kelembagaan yang memungkinkan pelestarian dan penghormatan terhadap sisa leluhur.

Dalam konteks ini, kolaborasi antarnegara menjadi penting untuk memastikan keberlanjutan program repatriasi.

Sisa kerangka leluhur nantinya akan dimakamkan kembali sesuai dengan adat dan kepercayaan masyarakat Warloka.

Di samping itu, artefak budaya akan disimpan sementara di Dinas Pariwisata setempat. Sembari menunggu pembangunan ruang pamer khusus di Warloka.

Di balik prosesi ini, warga Warloka tak hanya menyambut warisan yang kembali. Lebih dari itu warga juga mengambil peran aktif dalam merawatnya.

Termasuk momentum untuk mengedukasi wisatawan tentang sejarah lokal serta pentingnya riset kolaboratif dalam pelestarian warisan budaya.

Komunitas juga berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan terhadap temuan arkeologis di kawasan tersebut.

"Anggota keluarga kami akhirnya pulang setelah 15 tahun," ungkap salah satu warga Warloka dengan haru.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak