Santri Diduga Dianiaya di Ponpes Sleman, Orang Tua Kecewa dan Lapor Polisi Usai Dianggap Bertengkar

Santri putri (17) di Sleman diduga alami penganiayaan berulang oleh santri lain. Keluarga lapor polisi, kasus disidik.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 21 Agustus 2025 | 20:02 WIB
Santri Diduga Dianiaya di Ponpes Sleman, Orang Tua Kecewa dan Lapor Polisi Usai Dianggap Bertengkar
Ilustrasi perundungan. [Ist]

SuaraJogja.id - Seorang santri putri berinisial KE (17) diduga mengalami penganiayaan berulang kali di salah satu pondok pesantren di Sleman.

Orang tua korban menilai kasus ini tidak bisa hanya disebut pertengkaran antarsantri biasa.

Ibu KE membeberkan dugaan kekerasan yang telah dialami putrinya.

Kasus dugaan penganiayaan itu bermula pada 24 Juni 2025 malam, saat itu KE hendak mengambil meja kecil yang kebetulan ada di dekat terduga pelaku duduk.

Baca Juga:Disperindag Sleman Ungkap Penyebab Harga Beras Naik: Bukan Hanya Soal Stok

Namun tiba-tiba pantat KE ditabok tiga kali oleh terduga pelaku.

Tak hanya itu, terduga pelaku disebut juga melontarkan kalimat ejekan.

KE yang tidak terima kemudian menegur terduga pelaku yang berinisial S. Namun teguran itu justru membuat pelaku semakin marah.

Saat waktu salat magrib tiba, S disebut menendang paha korban dua kali.

"Dia [S] melayangkan tendangan dua kali ke paha KE. KE makin merasa sakit, apalagi dia tidak melawan," ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis (21/8/2025).

Baca Juga:Hindari Tragedi Keracunan Terulang! Sleman Wajibkan Guru Cicipi Menu MBG, Begini Alasannya

Kejadian tidak berhenti di situ. Seusai salat isya, ketika KE meninggalkan masjid untuk makan malam, S kembali mendekati korban.

"Dia [S] tahu kalau KE sudah pulang asrama, di situ dia membuntuti KE dari belakang, langsung dihajar dari belakang dalam keadaan makan," ucapnya.

Terduga pelaku diduga menarik mukena KE, menjambak rambut, hingga mencakar bagian tubuh sebelah kiri.

Santri lain sempat melerai, namun beberapa menit kemudian KE kembali diserang saat sedang mengambil air minum.

Menurut sang ibu, penganiayaan itu dilakukan dua kali dalam selang waktu singkat.

Selain kekerasan fisik, pelaku juga disebut sempat membuang kasur korban ke jalan dan meletakkan bantalnya di tempat bekas kucing melahirkan.

Bukan Pertengkaran Biasa

Menurut sang ibu, apa yang dialami anaknya KE tidak bisa disebut sebagai pertengkaran biasa.

Ia menegaskan bahwa putrinya menjadi korban penganiayaan berulang.

Apalagi, kata si ibu, insiden pada Juni lalu bukan yang pertama. Pada 2022, KE juga pernah mengalami kekerasan fisik dari S karena persoalan utang makanan.

"Jadi, dia [S] tuh punya utang, dia minta dipesanin makan [online] gitu. Terus, pas ditagih satu bulan kemudian, dia enggak mau bayar. KE dicakar," tandasnya.

Namun kasus tersebut, disebut hanya berakhir dengan pemberian sanksi poin pelanggaran oleh pihak pondok tanpa tindak lanjut serius.

Disampaikan sang ibu, akibat kejadian ini, KE mengalami trauma dan enggan kembali bersekolah di pondok.

Ia bahkan meminta didampingi terus-menerus jika harus sekolah lagi di luar.

"Itu [KE] trauma, enggak mau sekolah," imbuhnya.

Pilih Proses Hukum

Merasa tidak ada penyelesaian yang adil, ibu KE pun melapor ke Polsek Turi pada 29 Juni 2025 lalu.

Kasus kemudian dilimpahkan ke Polresta Sleman pada 3 Juli 2025 dan naik ke tahap penyidikan pada pertengahan Juli kemarin.

Penyidik telah melakukan dua kali pemanggilan terhadap terduga pelaku.

Informasi yang ia terima dari petugas, keluarga terduga pelaku ingin mengajukan mediasi.

Namun pihaknya menegaskan ke polisi bahwa tak bersedia untuk melakukan mediasi.

"Jadi saya sudah balas. Saya tidak bersedia [mediasi]. Karena saya juga tanda tanya besar, kenapa kok mereka mau berdamai lewat jalur polisi? Padahal, sebenarnya, orang tuanya itu kenal dengan saya. Bukan orang yang enggak saling tahu," tegasnya.

Selain menuntut terduga pelaku diproses, keluarga turut menyoroti sikap pondok pesantren yang dinilai tidak transparan.

Mereka mengungkap pondok justru menyebut kasus itu sebagai 'pertengkaran' dan bahkan mengupayakan mediasi tanpa persetujuan keluarga korban.

Lebih jauh, keluarga menilai pondok seolah mengerdilkan kasus dengan alasan tidak ada luka berat. Hal itu membuat mereka merasa diperlakukan tidak adil.

Terbaru, keluarga telah mengajukan pengaduan ke Komnas Perempuan dan mendesak Kementerian Agama turun tangan.

Mereka meminta ada investigasi lebih jauh terhadap dugaan pembiaran yang dilakukan pihak pondok pesantren.

Menurut keluarga, pertanggungjawaban hukum dari pelaku maupun pondok adalah satu-satunya cara untuk memulihkan rasa keadilan bagi korban.

Polisi Benarkan Laporan

Laporan dugaan kekerasan ini dibenarkan oleh Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo.

Ia menyebut bahwa keluarga korban telah melaporkan kasus tersebut.

"Sudah dalam penanganan sejak dilaporkan," kata Edy saat dikonfirmasi, Rabu (20/8/2025) kemarin.

Namun Edy masih belum menjelaskan secara rinci dugaan penganiayaan di pesantren tersebut.

Namun, dia menuturkan pihak yang terlibat yakni anak di bawah umur.

"Mereka anak-anak di bawah umur keduanya. Saat ini [kasus] masih ditangani Satreskrim," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?