- Kasus keracunan MBG di Indonesia mencapai 6.000 lebih korban siswa
- Satu siswi dari wilayah Cihampelas Bandung Barat diduga meninggal karena MBG
- Pemerintah diminta terbuka mempertanggungjawabkan program yang justru banyak menyebabkan korban
Beberapa pihak khawatir program ini dijalankan secara terburu-buru, mengabaikan aspek keamanan dan kualitas pangan.
Kekhawatiran ini diperparah oleh laporan mengenai jumlah korban siswa yang mencapai 6.000 orang secara nasional, sebuah angka yang mengindikasikan adanya masalah sistemik dalam implementasi program.
Seruan Transparansi dan Akuntabilitas
![Massa yang tergabung dalam Suara Ibu Peduli Makan Bergizi Gratis (MBG) melakukan aksi di trotoar sekitar IRTI Monas, Jakarta, Rabu (1/10/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/10/01/50226-emak-emak-demo-mbg-aksi-demo-mbg.jpg)
Kasus kematian siswa di Bandung Barat, terlepas dari bantahan Dinkes, telah memicu seruan keras dari berbagai pihak.
Baca Juga:Pakar UGM Bongkar Borok Makan Bergizi Gratis: Cacat Sejak Awal, Dirancang untuk Bancakan?
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai kematian siswa pasca gelombang keracunan massal program MBG tidak boleh diremehkan atau ditutup-tutupi.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mendesak dilakukannya investigasi menyeluruh, transparan, dan independen untuk menghindari "narasi pengaburan fakta" di mata publik.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) bahkan menyatakan bahwa korban keracunan MBG dan guru dapat menuntut ganti rugi dari negara.
Selain itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, sendiri mengakui bahwa belum semua dapur penyedia MBG memiliki sanitasi air yang baik, sebuah fakta yang semakin memperkuat dugaan adanya kelalaian dalam pengawasan kualitas dan kebersihan pangan.
Potensi Kelalaian dan Tanggung Jawab Pengelola Program
Baca Juga:Makan Bergizi Gratis Sleman Rawan? 66 Dapur Belum Kantongi Izin Higienis
Mengingat rentetan insiden keracunan dan pengakuan BGN terkait sanitasi dapur, potensi pengelola program MBG, atau yang disebut sebagai SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) atau pihak implementator, menjadi tersangka dalam kasus ini sangat mungkin terjadi.
Kelalaian dalam pengawasan ketat terhadap standar kebersihan, kualitas bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi makanan dapat menimbulkan konsekuensi hukum.
Jika terbukti ada standar operasional prosedur yang diabaikan atau kurangnya inspeksi rutin yang memadai, pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan program dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Haruskah Program MBG Dihentikan Total?

Dengan adanya kasus keracunan yang dilaporkan mencapai angka ribuan dan insiden kematian yang memicu polemik, pertanyaan besar muncul: perlukah program MBG dihentikan total?
Di satu sisi, tujuan mulia program untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang layak demi mendukung tumbuh kembang dan pendidikan mereka tidak dapat dinafikan.