- Chef asal Prancis Andrée Rosier mengunjungi Kota Jogja
- Rombongannya menyambangi beberapa pasar yang ada di Jogja
- Dari kunjungannya ke Jogja sang chef akan menciptakan masakan baru perpaduan Jogja dan Prancisa
SuaraJogja.id - Gastronomi adalah satu di antara filosofi yang mempertemukan Indonesia dan Perancis, sebagaimana disampaikan Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Fabien Penone kepada Suarajogja, Senin (6/10/2025) kemarin.
Kedatangan Cheffe Andrée Rosier, seorang koki Michelin Star 1 pun dilatarbelakangi filosofi yang sama.
Bertolak dari barat daya Prancis, Biarritz, Chef Rosier sempat bertandang ke Medan dan Jakarta sebelum berlabuh di Yogyakarta.
Meski kali pertama dikunjungi, Yogyakarta mengilhami sang chef untuk menciptakan menu baru. Tepatnya, usai Chef Rosier berkelana di tengah jantung kehidupan masyarakat Jogja, Pasar Beringharjo.
Baca Juga:Sensasi Makan Lukisan Cokelat Tata Surya di Atas Meja Hotel Tentrem Yogyakarta
"Berkelana ke pasar (Beringharjo) menumbuhkan ide bagi saya untuk menggabungkan rempah Indonesia dan bahan baku asal Perancis menjadi menu masakan," ujar Cheffe Andrée Rosier, Chef Michelin Star 1 dan pemilik restoran Les Rosiers, Prancis.

Dari Minang Hingga Secang
Keindahan Pasar Beringharjo tidak sebatas pada posisinya yang strategis di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pertemuan antara budaya dan makanan di Indonesia bisa disaksikan secara langsung di sini.
Dimulai bersama senyuman yang menyapa di pagi hari, Chef Rosier memulai kelana ditemani tim dari Institut français d'Indonésie, Hotel Tentrem Yogyakarta, awak media, dan tentu saja dua rekan yang berkolaborasi bersamanya dalam perayaan Pekan Gastronomi Perancis 2025, 'Michelin Star Dinner Three Colors, One Table', Chef Sky Lee dan Chef Chef Steve Tanudharma.
Baca Juga:Sensasi Menikmati Rijsttafel Dinner di Hotel Tentrem Yogyakarta, Menu Pamungkas ini Jadi 'Gong'!
Langkah awal Rosier disambut dengan penjaja jamur yang duduk berseberangan di pintu masuk Pasar Beringharjo.
Harga jamur tiram yang dijajakan mungkin tidak bisa disandingkan dengan truffle yang harganya bisa 40 kali lipat lebih mahal.
Meski begitu, masyarakat Prancis sejatinya mengenal jamur tiram dalam kurun waktu yang tidak jauh berbeda dari Indonesia, pada abad ke-19/20.
Usai berbincang dengan penjaja jamur, warna-warni di kios Minang memikat rasa penasaran Rosier.
Bersama penerjemah yang disediakan Institut français d'Indonésie secara spesial untuknya, Rosier menjelajahi racikan bumbu Minang yang kini telah menyatu dengan perjalanan masakan di Yogyakarta.
Merah untuk rendang, kuning untuk gulai, hingga hitam untuk rawon--semua tersedia lengkap di kios tersebut. Selain itu, rempah yang dikhusukan Gulai Kapau khas Minangkabau, kapulaga diperkenalkan kepada Rosier.

Kelana Rosier semakin menarik ketika dirinya diberhentikan di antara surga rempah yang lain.
Tentunya, usai beragam daging merah hingga kios-kios ikan dilewati dengan perlahan.
Kali ini, Rosier tidak sekadar bertanya dan menanti jawaban. Ia membawa pulang beberapa rempah sebagai buah tangan.
Mulanya, ia jatuhkan pilihan pada kayu secang, rempah yang tumbuh subur di Semenanjung Malaya dan Pulau Jawa. Bila di Yogyakarta, secang seringkali dijadikan bahan utama dari wedang uwuh, bersama kayu manis dan cengkeh.
Sayangnya, kayu-kayu secang yang coklat kemerahan dan beraroma unik tersebut tidak dibawanya pulang. Pilihan sebagai buah tangan jatuh pada rempah yang lain.
Selain rempah, hati Rosier jatuh pada banyaknya varian jeruk yang dijual di Beringharjo. Satu kios bisa menjual varian jeruk purut, jeruk lime, jeruk sambal, hingga jeruk nipis.
Jeruk nipis yang dijajakan pun ditawarkan dalam beragam ukuran.
"Ketika saya berkunjung ke Pasar (Beringharjo), saya melihat jenis jeruk yang berbeda-beda," tutur Rosier dalam bahasa Perancis dalam agenda Konferensi Pers Michelin Star Dinner - Three Colors, One Table, di Eboni Bar & Lounge, Hotel Tentrem Yogyakarta pada hari yang sama.

Gori, Inti Gudeg Makanan Khas Yogyakarta
Tidak lengkap rasanya bila Rosier dan rombongan tidak diperkenalkan dengan inti dari Gudeg, makanan khas Yogyakarta.
Nangka muda atau gori, sebagaimana masyarakat Jawa menyebutnya adalah bahan utama dari gudeg.
Ia dimasak bersama santan dan rempah-rempah termasuk kemiri.
Hal yang menarik di balik pembuatan gori adalah mereka yang menjajakannya di pasar, termasuk Pasar Beringharjo.
Kepada Suarajogja, seorang penjaja menjelaskan detail kisah-kisah di balik gori yang dipotongnya dengan begitu profesional.
Bahkan tangan yang cekatan didampingi bibir yang terus berkisah membawa daya tarik tersendiri bagi Jules Irrmann, Direktur Institut Français d’Indonésie sekaligus Konselor Kerja Sama dan Kebudayaan, Kedutaan Besar Prancis di Indonesia.
Matanya menatap lekat pada perbincangan yang terjadi antara ibu penjaja gori dengan Steve Sky Lee. Menurut keterangannya, gori yang dijual dipotong sesuai dengan permintaan para pembeli.
Bahkan pagi itu, kala sinar matahari masih malu-malu mengintip, ia mengungkap telah memotong sekitar 20 kilogram gori pesanan pembeli.
Gori yang dijajakannya dibawa langsung dari Kebumen, yang dikenal sebagai varietas unggulan.
"Ini [gori/nangka muda] dibawa dari Kebumen. Ada pesanan 30 kilogram, tapi saya baru potong 20 kilogram. Tidak [potong sendiri], tapi bersama dengan suami saya," ujar seorang penjual gori yang Suarajogja bersama rombongan temui.

Kerajinan Tangan: Warisan Seni dan Budaya
Tepat di lantai 2 bagian timur, dekat dengan tangga, sebuah kios menjajakan beragam produk kerajinan tangan.
Mulai dari keperluan memasak, penghias dan penerang ruangan, hingga tas yang bisa dibawa ke sana ke mari dijajakan dengan rapi di hadapan rombongan Chef Andrée Rosier.
Chef Rosier tampaknya tidak memiliki barang favorit di antara mereka yang dijajakan, lain halnya dengan Jules Irrmann.
Sang konsoler terlihat jatuh hati pada sebuah tas kerajinan tangan dan meminta pendapat dari tamu sekaligus rekannya, Rosier.
Tas yang terbuat dari kayu khusus tersebut dibelinya dengan penuh senyuman sebelum ditenteng bersama jas hitamnya di tangan.

Sementara di sisi lain, tim dari Chef Rosier masih mengamati satu per satu kerajinan tangan yang diperuntukkan peralatan berbelanja dan memasak.
Tas pasar warna-warni, tempat bumbu, hingga wadah bundar yang biasanya digunakan dalam angkringan-angkringan dengan harga lebih mahal di tengah kota Yogyakarta.
Sebelum akhirnya mereka beralih ke deretan penjaja rempah yang kali ini menampilkan pemandangan yang lebih menakjubkan.
Bagaimana tidak, meski sempat terpaku pada pekerjaan di ponsel genggamnya, Jules Irrmann tetap dimanjakan dengan alasan mengapa Indonesia mencuri perhatian orang Barat sejak dahulu kala.
Puluhan rempah terpampang di sana. Kayu manis, cengkeh, hingga serat oyong yang dinilai lebih menjaga bumi ketika dipakai untuk mencuci piring ketimbang spounge.
"Harganya tergantung ukuran," ucap seorang ibu yang setia menjajakan dagangan serat oyong, tepat di seberang Jules Irrmann dan rombongan lainnya, termasuk Chef Rosier yang telah berjalan di depan.
Namun perjalanan mereka tidak berhenti di sini, Pasar Beringharjo.

Datang Memulai Salam, Pulang Membawa Ilham
Kelana Chef Rosier bersama rombongan tidak berhenti di Pasar Beringharjo. Mereka melanjutkan perjalanan ke surga makanan di Yogyakarta, Pasar Ngasem.
Kendati demikian, Pasar Beringharjo tetap terpatri di hati dan pikiran.
Ia datang memulai dengan salam kepada sekitar termasuk kami, awak media dan pulang membawa ilham untuk menciptakan mahakarya baru di dapur.
Telur asin telah dicicipinya, sate klatak telah disantapnya, dan rempah serta jeruk nipis di Beringharjo membuatnya semakin jatuh hati dengan Yogyakarta.
Ia mungkin telah menyiapkan mahakarya dari Perancis untuk menjamu tamu undangan dalam Michelin Star Dinner - Three Colors, One Table di Hotel Tentrem Yogyakarta, Senin malam.
Namun tidak menutup kemungkinan ia akan menciptakan mahakarya lainnya, yang diilhami dari Indonesia.
"Ini merupakan kunjungan pertama saya ke Indonesia dan saya baru mengenal (bahan-bahan di Indonesia) karena sempat berkunjung ke pasar tradisional (Beringharjo) di Yogyakarta. Saya baru melihat kekayaan bumbu (rempah) yang beragam dengan aroma yang khas dan akan kami coba (jadikan) bahan untuk membuat resep di Prancis," ucap Cheffe Andrée Rosier, Chef Michelin Star 1 asal Prancis.
"Rempah yang melimpah dan buah yang beragam (di Yogyakarta/Indonesia) membuat saya ingin memasak dari bahan-bahan tersebut di Perancis," lanjutnya.
Kira-kira seperti apa kah mahakarya baru yang akan diciptakan sang Michelin Star, diilhami dari rempah-rempah dan hasil bumi di Pasar Beringharjo? Mari kita nantikan bersama!