Scroll untuk membaca artikel
Tim Liputan Khusus
Selasa, 21 September 2021 | 12:25 WIB
Tugu Pal Putih Kota Yogyakarta alias Tugu Jogja - (SUARA.com)

Namun Tri tak menutup kemungkinan ada tanah negara di DIY. Misal, tanah milik kasultanan dan kadipaten yang diberikan khusus kepada warga, kemudian warga melepas menjadi tanah negara. Selain itu, jika kasultanan memberikan kepada badan hukum lain lalu dilepaskan untuk kepentingan umum, bisa juga menjadi tanah negara.

“Kami perlu identifikasi dulu kenapa tanah negara dicoret. Bisa jadi hasil tim inventarisasi, asal usulnya merupakan tanah kasultanan dan kadipaten, jadi dicoret dan disesuaikan. Itu mungkin bisa disampaikan agar jelas,” terang Tri diwawancarai secara daring bersama tim kolaborasi, Senin (5/7/2021).

Munculnya dugaan pencoretan kata “Negara bekas” pada sertifikat tanah desa Sidoluhur juga dipertanyakan Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta, Ahmad Nashih Luthfi.

“Kalau dicoret dan masih dipertanahankan hak adatnya itu pengakuan. Tapi harus deklarasi publik (maksimal) tiga bulan. Apakah itu dilakukan atau tidak, saya juga tidak tahu,” ujar Luthfi.

Baca Juga: LPSK Beri Jaminan, Saksi Kasus Bom Molotov di Kantor LBH Yogyakarta Jangan Takut Bicara

Kasus dugaan pencoretan itu, lanjut Lutfhi tentu bisa dilakukan dalam kondisi tertentu. Salah satunya menaikkan status tanah kepada pengguna yang sama. Misal dari Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Hak Milik (HM). Dugaan pencoretan tersebut juga disinyalir bagian upaya sertifikasi tanah desa oleh Pemda DIY yang diakomodasi kasultanan. 

Prosedur penyewaan tanah desa

Menurut Carik Sinduadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, Sumarno, mayoritas tanah desa di wilayahnya disewa oleh investor. Mulai dari Jogja City Mall, Liquid, Sindu Kusuma Edupark (SKE), Rumah Sakit Sakina Idaman, termasuk juga sekolah-sekolah. Tak hanya memerlukan izin gubernur, pemanfaatannya pun harus ada kesepakatan Badan Permusyawaratan Desa (BPDes) atau Badan Permusyawaratan Kalurahan (Bamuskal).

“Apabila tidak ada kesepakatan kalurahan dengan BPDes, ya tidak bisa jalan. BPDes juga wujud perwakilan warga dan ada sosialisasi ke warga bisa diterima atau tidak. Jika warga tidak mau, BPDes tidak bisa membuat persetujuan,” terang Sumarno pada tim kolaborasi, Senin (17/5/2021).

Sedangkan izin gubernur, menurut Sumarno, merupakan kepastian hukum bagi pihak ketiga untuk memanfaatkan tanah desa. Proses pengurusannya bisa memakan waktu tiga bulan hingga tahunan tergantung kelengkapan berkas persyaratannya. Pembayaran sewa, baik itu pajak bumi dan bangunan (PBB) diserahkan kepada penyewa.

Baca Juga: Top 5 SuaraJogja: Ganjar Terancam Sanksi PDIP, Khotbah Pendeta Soal Muhammadiyah

Kabid Pemanfaatan, Penanganan, Permasalahan, dan Pengawasan Pertanahan Dispertaru DIY, Haris Suhartono menjelaskan, prosedur pertama menyewa tanah desa melalui perangkat desa. Setelah urusan di desa selesai, pemdes akan meminta rekomendasi kecamatan dan dibuatkan surat permohonan pemanfaatan tanah desa kepada gubernur melalui bupati.

Load More