Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 30 November 2021 | 13:30 WIB
Ilustrasi pekerja. (Pixabay/kaboompics)

Upah atau gaji yang diterima sebesar Rp2,3 juta sebelumnya, dinilai sangat mepet. Meski lebih dari UMK di Sleman, kebutuhan lain masih sulit dipenuhi.

"Kalau UMK di Sleman kan tidak sebesar Kota Jogja. Sehingga jumlah itu memang cukup besar kalau mengacu pada UMK. Tetapi kebutuhan lain harus benar-benar ditekan," kata dia.

DG merinci gaji Rp2,3 juta yang didapatnya setiap bulan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah, makan, membayar arisan ibunya serta kebutuhan sekunder, jumlah itu menghabiskan sekitar Rp1,2 juta. Lantaran urung memiliki buah hati, sisa gajinya ditabung dan untuk membeli kebutuhan pribadinya serta suami.

Suaminya sendiri sebelumnya juga telah di-PHK dan kini bekerja sebagai driver ojek online.

Baca Juga: Potensi Bencana Masih Mengancam di Jogja, Pemkot Siapkan Anggaran Rp1,8 M

"Pendapatan suami malah tidak menentu. Sehari bisa dapat Rp50-Rp150 ribu. Tapi tidak tiap hari segitu, bahkan sehari terkadang ngga ada pemasukan," ujarnya.

DG mengatakan bertahan di Jogja dengan upah sebesar Rp2,3 juta setiap bulan belumlah cukup. Sehingga hal yang perlu ia lakukan mencari pendapatan lain dengan berjualan online. Bahkan saat ini ia juga menjual salak di depan rumahnya.

"Jika kasus ini selesai dan saya mendapat tempat kerja yang lebih memanusiakan pegawainya, saya sudah berencana berjualan untuk menambah pemasukan. Saya sedang berjualan penyegar wajah dan buah salak di dekat rumah. Jika tidak begitu, rasanya kurang untuk kebutuhan sehari-hari," bebernya.

Hal senada juga disampaikan seorang mantan tenaga pendidikan di salah satu yayasan sekolah di Jogja. Pemuda berinisial E yang saat ini bekerja di lembaga privat, juga harus mencari pemasukan lain guna mencukupi kebutuhannya.

Setelah mendapat pekerjaan dengan upah sebesar Rp2 juta di Kota Jogja, pria 29 tahun yang sudah memiliki seorang anak itu juga membuka usaha kecil-kecilan di dekat rumahnya. 

Baca Juga: Temukan 26 Siswa Terpapar Covid-19, Pemkot Jogja Tak Mau Langsung Tutup PTM

"Istri saya yang mengelola lapak makanan yang dibuka pada pagi hari. Hanya sampai siang setelah itu dibereskan. Sampai saat ini hasilnya masih cukup, tapi ya tetep mepet," terang dia.

E diketahui saat ini masih tinggal di rumah mertuanya bersama istri dan anak. Ia tak menampik, bahwa tinggal satu rumah dengan mertua cukup meringankan pengeluaran pokok. Sehingga masih ada sisa uang yang  bisa ditabung.

"Ya sementara tinggal di rumah mertua dulu. Sebenarnya saya juga ingin punya rumah sendiri, tapi kalau gaji hanya segitu, sementara saya tunda dulu (membeli rumah)," kata dia.

Kondisi ini tidak bisa bertahan lama jika nantinya ia dikaruniai satu anak lagi, sehingga ia berharap ada kenaikan upah yang lebih layak dan tinggi untuk memenuhi keluarga kecil seperti dirinya baik dari tempatnya bekerja atau kebijakan pemerintah.

UMP Jogja Masih Jauh dari Layak

Menanggapi terkait fakta yang harus dihadapi para pekerja di Jogja yang berpenghasilan rendah, Ketua SBSI Korwil DIY, Dani Eko Wiyono menilai bahwa mengacu dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DIY, seharusnya buruh dan pekerja bisa mendapat upah di atas Rp3 juta.

Load More