DG mengatakan bertahan di Jogja dengan upah sebesar Rp2,3 juta setiap bulan belumlah cukup. Sehingga hal yang perlu ia lakukan mencari pendapatan lain dengan berjualan online. Bahkan saat ini ia juga menjual salak di depan rumahnya.
"Jika kasus ini selesai dan saya mendapat tempat kerja yang lebih memanusiakan pegawainya, saya sudah berencana berjualan untuk menambah pemasukan. Saya sedang berjualan penyegar wajah dan buah salak di dekat rumah. Jika tidak begitu, rasanya kurang untuk kebutuhan sehari-hari," bebernya.
Hal senada juga disampaikan seorang mantan tenaga pendidikan di salah satu yayasan sekolah di Jogja. Pemuda berinisial E yang saat ini bekerja di lembaga privat, juga harus mencari pemasukan lain guna mencukupi kebutuhannya.
Setelah mendapat pekerjaan dengan upah sebesar Rp2 juta di Kota Jogja, pria 29 tahun yang sudah memiliki seorang anak itu juga membuka usaha kecil-kecilan di dekat rumahnya.
Baca Juga: Potensi Bencana Masih Mengancam di Jogja, Pemkot Siapkan Anggaran Rp1,8 M
"Istri saya yang mengelola lapak makanan yang dibuka pada pagi hari. Hanya sampai siang setelah itu dibereskan. Sampai saat ini hasilnya masih cukup, tapi ya tetep mepet," terang dia.
E diketahui saat ini masih tinggal di rumah mertuanya bersama istri dan anak. Ia tak menampik, bahwa tinggal satu rumah dengan mertua cukup meringankan pengeluaran pokok. Sehingga masih ada sisa uang yang bisa ditabung.
"Ya sementara tinggal di rumah mertua dulu. Sebenarnya saya juga ingin punya rumah sendiri, tapi kalau gaji hanya segitu, sementara saya tunda dulu (membeli rumah)," kata dia.
Kondisi ini tidak bisa bertahan lama jika nantinya ia dikaruniai satu anak lagi, sehingga ia berharap ada kenaikan upah yang lebih layak dan tinggi untuk memenuhi keluarga kecil seperti dirinya baik dari tempatnya bekerja atau kebijakan pemerintah.
UMP Jogja Masih Jauh dari Layak
Baca Juga: Temukan 26 Siswa Terpapar Covid-19, Pemkot Jogja Tak Mau Langsung Tutup PTM
Menanggapi terkait fakta yang harus dihadapi para pekerja di Jogja yang berpenghasilan rendah, Ketua SBSI Korwil DIY, Dani Eko Wiyono menilai bahwa mengacu dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DIY, seharusnya buruh dan pekerja bisa mendapat upah di atas Rp3 juta.
Berita Terkait
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Iming-iming Gaji Besar, Unit Apartemen Kalibata City Disulap jadi Penampungan Pekerja Migran Ilegal
-
Tersisa 5 Pekan, Berikut Daftar Tim BRI Liga 1 2024/2025 yang Terancam Degradasi
-
Kapan Pemutihan Pajak Kendaraan Jogja Tahun 2025 Dibuka? Ini Info Tanggalnya
-
Hasil BRI Liga 1: Momen Pulang ke Rumah, PSS Sleman Malah Dihajar Dewa United
Tag
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Sama-sama Bermesin 250 cc, XMAX Kalah Murah: Intip Pesona Motor Sporty Yamaha Terbaru
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
Pilihan
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
-
Pemain Keturunan Jawa Bertemu Patrick Kluivert, Akhirnya Gabung Timnas Indonesia?
-
Jadwal Dan Rute Lengkap Bus Trans Metro Dewata di Bali Mulai Besok 20 April 2025
-
Polemik Tolak Rencana Kremasi Murdaya Poo di Borobudur
-
8 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
Terkini
-
Insiden Laka Laut di DIY Masih Berulang, Aturan Wisatawan Pakai Life Jacket Diwacanakan
-
Tingkatkan Kenyamanan Pengguna Asing, BRImo Kini Hadir dalam Dua Bahasa
-
Ribuan Personel Polresta Yogyakarta Diterjunkan Amankan Perayaan Paskah Selama 24 Jam
-
Kebijakan Pemerintah Disebut Belum Pro Rakyat, Ekonom Sebut Kelas Menengah Terancam Miskin
-
Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Dokter Spesialis, RSA UGM Perkuat Etika dan Pengawasan