"Kalau sejauh ini kan standar KHL di Jogja itu sebesar Rp3 juta. Harusnya Pemda bisa mengimplementasikan hal itu. Sehingga ada kebijakan yang mendorong perusahaan memenuhi KHL pekerjanya," kata Dani.
Meski telah ada kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2022 sebesar 4,3 persen, jumlah itu masih terbilang kecil. SBSI cukup kecewa namun mengingat hal itu sudah ditetapkan, pihaknya akan mengawasi perusahaan untuk bertindak adil dalam pengupahan kepada pegawai.
Di sisi lain, Dani juga tak membantah kondisi saat ini masih cukup sulit bagi perusahaan untuk berjalan normal. Kendati begitu bukan berarti tidak ada upaya menyejahterakan buruh yang membantu perusahaan tetap beroperasi.
"Pengusaha perlu memberikan stimulan seperti bonus ketika mencapai target keuntungan. Itu juga sebagai pengganti kenaikan upah rendah ini," kata dia.
Baca Juga: Potensi Bencana Masih Mengancam di Jogja, Pemkot Siapkan Anggaran Rp1,8 M
Dani menegaskan, Pemerintah harus ikut terjun langsung mengawasi. Pasalnya banyak ditemukan perusahaan yang menggunakan alasan pandemi Covid-19 tidak menaikkan gaji pegawainya. Tak hanya itu, mereka juga merumahkan bahkan memutus hubungan kerja karyawan tanpa pesangon.
"Nah perusahaan itu kan kadang nakal juga, di saat rugi, dia memberitahu kepada pegawai. Tapi kalau untung besar, ya tidak disampaikan. Artinya keterbukaan ini juga sangat perlu dalam mengevaluasi kesehatan perusahaan," ujar dia.
Kenaikan Upah di DIY Sudah Sesuai Regulasi
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Aria Nugrahadi menyebut kenaikan UMP sebesar 4,3 persen atau lebih kurang Rp75.915,53 menjadi Rp1.840.915,53, sudah sesuai regulasi. Mengacu pada UMP tahun 2021 yang sebesar Rp1.765.000, kenaikan di tahun 2022 sudah mengikuti inflasi yang ada di Yogyakarta.
Aria mengatakan bahwa kenaikan upah 2022 tidak mengacu pada nilai kecukupan bagi para pekerja. Namun disesuaikan dengan regulasi yang ada.
Baca Juga: Temukan 26 Siswa Terpapar Covid-19, Pemkot Jogja Tak Mau Langsung Tutup PTM
"Kita tidak mengacu secukup apa upah tersebut ditetapkan untuk pekerja, tapi menyesuaikan dengan regulasi yang ada di pemerintah pusat dan selanjutnya kami terapkan di daerah-daerah. Kami tidak memiliki kewenangan dalam menghitung berapa besar upahnya," terang Aria dihubungi SuaraJogja.id, Senin (29/11/2021).
Berita Terkait
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Iming-iming Gaji Besar, Unit Apartemen Kalibata City Disulap jadi Penampungan Pekerja Migran Ilegal
-
Tersisa 5 Pekan, Berikut Daftar Tim BRI Liga 1 2024/2025 yang Terancam Degradasi
-
Kapan Pemutihan Pajak Kendaraan Jogja Tahun 2025 Dibuka? Ini Info Tanggalnya
-
Hasil BRI Liga 1: Momen Pulang ke Rumah, PSS Sleman Malah Dihajar Dewa United
Tag
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Sama-sama Bermesin 250 cc, XMAX Kalah Murah: Intip Pesona Motor Sporty Yamaha Terbaru
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
Pilihan
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
-
Pemain Keturunan Jawa Bertemu Patrick Kluivert, Akhirnya Gabung Timnas Indonesia?
-
Jadwal Dan Rute Lengkap Bus Trans Metro Dewata di Bali Mulai Besok 20 April 2025
-
Polemik Tolak Rencana Kremasi Murdaya Poo di Borobudur
-
8 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
Terkini
-
Insiden Laka Laut di DIY Masih Berulang, Aturan Wisatawan Pakai Life Jacket Diwacanakan
-
Tingkatkan Kenyamanan Pengguna Asing, BRImo Kini Hadir dalam Dua Bahasa
-
Ribuan Personel Polresta Yogyakarta Diterjunkan Amankan Perayaan Paskah Selama 24 Jam
-
Kebijakan Pemerintah Disebut Belum Pro Rakyat, Ekonom Sebut Kelas Menengah Terancam Miskin
-
Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Dokter Spesialis, RSA UGM Perkuat Etika dan Pengawasan