Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 10 Februari 2022 | 08:15 WIB
Baliho raksasa roboh di simpang empat Gejayan, Rabu (12/1/2022) lalu. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Namun pengawasan itu bukan tanpa kendala sama sekali. Terlebih dari sisi penindakan atau penertiban yang akan dilakukan Satpol PP tidak bisa langsung semena-mena dilaksanakan. 

Hal tersebut terkait dengan perizinan dan tempat reklame itu berdiri. Sebab sejauh ini kewenangan dari Satpol PP DIY pun hanya terbatas di Jalan Provinsi saja.

Jika memang akan dilakukan penertiban di luar wilayah kewenangan itu maka tetap harus berkoordinasi dengan pihak-pihak pengampu jalan. 

Terkait dengan perizinan sendiri dikeluarkan oleh sejumlah pihak. Jika berada di Jalan Provinsi maka provinsi sendiri yang akan memberi izin, lalu Jalan Kabupaten dikeluarkan oleh kabupaten dan Jalan Nasional izinnya dikeluarkan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalam Nasional (BBPJN).

Baca Juga: Buntut Baliho Ambruk di Concat, Pemkab Tambah Personel Pengawas

"Nah di Jalan Nasional ini yang banyak sekali tidak memiliki izin dan itu yang sampai hari ini kami juga kesulitan dalam hal melakukan penertiban," tuturnya.

"Karena sesuai dengan ketentuan bahwa yang di Jalan Nasional yang menertibkan itu balai besar dan itu balai besar di Semarang. Jadi tidak mungkin mau menertibkan di Jogja," sambungnya.

Noviar mengaku penertiban baliho yang ada di Jalan Nasional itu tidak bisa secepat itu dilaksanakan. Perlu proses panjang terkait dengan koordinasi dalam hal ini dengan Satker dari balai besar tadi. 

"Nah itu kami harus berkoordinasi dulu kepada mereka kerena untuk melihat izinnya ada atau tidak, lalu pemasangan sesuai dengan teknis atau tidak, itukan harus memenuhi spek-speknya dulu," ujarnya.

"Ya kalau sesuai dengan kewenangan kami, sesuai dengan Perda itu kan hanya ada di Jalan-jalan provinsi," tambahnya.

Baca Juga: Baliho Ambruk di Simpang Empat Gejayan, Lalu Lintas Terganggu

Disebutkan Noviar, kesulitan yang kerap kali ditemui jawatannya adalah tidak diketahuinya pemilik dari sebuah reklame atau baliho itu sendiri. Sebab materi muatan yang ada di dalamnya belum tentu milik dari si empunya asli.

Bisa jadi reklame tersebut milik sebuah vendor yang pihaknya pun tidak tahu ada dimana. Pasalnya tidak disetiap reklame itu tertera nomor yang bisa dihubungi secara langsung. 

"Kesulitan kami gini, ketika mendatangi suatu baliho kami tidak tahu siapa pemiliknya. Karena kalau kami misalnya melihat dari materi muatan yang ada di dalamnya itu belum tentu pemilik yang punya," paparnya.

Hal itu yang kemudian menyulitkan lagi dalam hal penindakan jika memang ditemui sebuah pelanggaran. Minimnya informasi dan data terkait pemilik itu sendiri yang sejauh ini tidak bisa ditemukan dengan mudah.

"Misalnya kami temukan di satu jalan, ada baliho besar. Dari konstruksi salah, nah kami mau datang ke siapa, mau memanggil siapa, karena kami tanya orang sebelah, tetangga sebelah tidak tahu menahu siapa yang punya. Kesulitan di situ," urainya.

Selain itu, pandemi Covid-19 yang melanda membuat fokus penegakan Perda oleh Satpol PP DIY bergeser. Terbukti dengan minimnya penindakan dalam hal ini pembongkaran di sepanjang tahun lalu.

Load More