Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 29 Juni 2024 | 10:38 WIB
Endang salah satu sosok yang pulih dari disabilitas psikososial melalui pusat rehabilitasi YAKKUM.

SuaraJogja.id - Kesehatan jiwa menjadi masalah yang belum dapat sepenuhnya diselesaikan. Masalah kesehatan jiwa harus ditangani secara bersama-sama dengan melibatkan berbagai pihak.

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevelensi rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga dengan gangguan jiwa psikosis/skizofrenia di Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 4.957 orang.

Sedangkan, prevalensi yang mengalami depresi pada penduduk berusia di atas 15 tahun di Provinsi DI Yogyakarta menurut data SKI 2023 berjumlah sebanyak 8.827 orang.

Untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut, Pusat Rehabilitasi YAKKUM menginisiasi program kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Program rintisan yang berlangsung sejak 2017 ini ditujukan bagi Orang dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) di tiga wilayah yaitu Sleman
Kulon Progo, dan Gunungkidul.

Baca Juga: Mediasi Buntu, Vendor Snack Pelantikan KPPS Sleman Tambah Daftar Tergugat

Dua warga ODDP di Sleman bernama Endang dan Harjoko merupakan dua ODDP dari sekian banyak ODDP yang berhasil pulih setelah mendapat pendampingan dari program yang digagas Pusat Rehabilitasi YAKKUM.

Ditemui di rumahnya, di Dusun Cibuk Lor, Kalurahan Margoluwih, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Harjoko tampak sedang memberi makan entog peliharaannya. Harjoko atau yang akrab disapa Joko mengalami gangguan jiwa psikosis/skizofrenia sejak 1995.

"Awalnya saya jadi ODDP tahun 1995 waktu di Palembang. Saya putus sekolah, kemudian menyusul bapak saya ke Palembang. Tapi, sama bapak malah ditinggal ke Jawa, akhirnya saya hidup sendiri. Awalnya tidak terasa, tahu-tahu saya tidak sadar selama beberapa bulan, dan sempat dirawat di RSJ Palembang," katanya, Kamis (27/6/2024)

Selama kurun waktu 1995 hingga 2021, penyakit yang dia derita kambuh sebanyak tiga kali. Namun, setelah ia mengikuti program pendampingan dari Pusat Rehabilitasi Yakkum selama tiga tahun sejak 2021, pria berusia 49 tahun ini berhasil pulih.

"Setelah mendapat pendampingan dari Yakkum saya lebih termotivasi untuk sembuh. Saya bisa beraktivitas sehari-hari seperti biasa. Bantu-bantu di sawah, berternak entog, ikut kegiatan di RT dan juga dusun," kata Joko.

Baca Juga: Sleman Luncurkan Rumah Pangan B2SA, Tekan Stunting dan Perbaiki Gizi Masyarakat

Hal yang sama juga dirasakan oleh Endang. Wanita berusia 53 tahun ini mengaku senang karena bisa pulih setelah mendapat pendampingan dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM.

"Saya sudah mengikuti pendampingan dari Yakkum sekitar sepuluh bulan. Senang sekali, karena bisa punya banyak teman,
diajari ketrampilan membuat kerajinan, berternak dan berkebun," kata Endang.

Endang menceritakan, dirinya mengalami depresi sejak 1992. Sejak itu, dirinya sudah berobat ke beberapa rumah sakit secara mandiri hingga 2023. Ia sempat berhenti mengonsumsi obat selama enam tahun karena merasa sudah pulih, namun depresi yang dialaminya kembali kambuh.

"Ketika depresi saya nggak bisa tidur, bisa sampai seminggu nggak tidur. Tapi sekarang sudah tidak lagi, setelah minum onat secara rutin dan juga mendapat pendampingan dari YAKKUM," katanya.

Sama seperti Joko, Endang kini sudah bisa beraktivitas sehari-hari secara normal dan juga aktif berkegiatan sosial di dusunnya. Bahkan, Endang kini juga bisa berternak kambing dan ayam.

Comunity Organizer (CO) atau pendamping lapangan dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Bena Handi Sadewa mengatakan pada fase pertama, ODDP dibantu agar bisa mengakses fasilitasi kesehatan setempat. Kemudian ODDP juga mendapatkan edukasi memgenai pentingnya minum obat, cara mengontrol diri, emosi dan perasaan.

Selanjutnya, pascapemulihan ODDP didorong agar bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan aktif di kegiatan sosial masyarakat sekitar.

Para ODDP dampingan YAKKUM diajak terlibat dalam kegiatan Self Health Group (SHG) dan kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) untuk melatih ODDP dalam berkomunikasi dan bisa berinteraksi kembali dengan masyarakat.

Selain itu, ODDP dampingan YAKKUM juga diajari agar bisa hidup mandiri, dengan pembekalan ketrampilan sesuai dengan minat masing-masing.

"Misalnya Pak Harjoko dan Bu Endang, selain mendapat pendampingan, juga dapat bantuan hewan ternak. Harapannya, mereka mempunyai aktivitas, bisa mandiri dan menghasilkan sesuatu untuk membantu perekonomian keluarga," kata Benda.

Sementara itu, Kepala Bagian Skeretaris Informasi dan Komunikasi (Infokom) Pusat Rehabilitas YAKKUM, Birgitta Anggre Hapsari menuturkan Pusat Rehabilitasi YAKKUM sudah melakukan pelayanan terhadapa penyandang disabilitas sejak 1982. Kemudian, pada 2017 Pusat Rehabilitasi Yakum mengembangkan program pelayanan kesehatan jiwa.

"Kami menggunakan pendekatan yang berbeda, karena jika selama ini kesehatan jiwa dipandang sebatas dalam aspek kesehatan saja, maka dalam program yang kami jalankan program ini kemudian menitikberatkan kepada layanan-layanan multi unsur. Selain melakukan pendekatan sosial, kami juga memastikan adanya kebijakan yang lebih berpihak untuk isu kesehatan jiwa," kata Anggre.

Program kesehatan jiwa berbasis masyarakat yang diinisiasi Pusat Rehabilitasi YAKKUM ini memberikan pendampingan kepada ODDP agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan terintegrasi dalam sistem di masyarakat.

"Wilayah yang kami layani ada di tiga kabupaten. Yang pertama Sleman, Gunung Kidul dan juga di Kulon Progo, berkolaborasi dengan 21 desa dan juga berkolaborasi dengan pemerintah kecamatan," pungkasnya.

Anggre menjelaskan, di 21 desa tersebut Pusat Rehabilitasi YAKKUM bekerja sama dengan desa, kader, dan puskesmas memfasilitasi Kelompok Swabantu sebagai wadah untuk mengelola diri dan melatih komunikasi bagi orang dengan disabilitas psikososial dan keluarga.

Kegiatan tersebut, lanjut Anggre, bertujuan untuk mendukung orang dengan disabilitas psikososial dan pendamping dalam meningkatkan pentingnya dukungan sosial serta memotivasi keluarga serta masyarakat dalam peningkatan perawatan intensif bagi ODDP.

"Dalam Kelompok Swabantu ini tentu yang menjadi aktor utamanya adalah teman-teman disabilitas psikososial dan pendamping, tetapi juga ada peran kader desa sebagai mitra utama kami," ungkapnya.

Para kader kesehatan jiwa dan pemerintah desa akan menjadi ujung tombak keberlanjutan Kelompok Swabantu yang di 21 desa tersebut. Sehingga, harapannya ke depan penganggaran desa tidak hanya berpaku kepada pembangunan infrastruktur, tetapi juga program-program yang lebih menitikberatkan pemberdayaan.

"Kami sangat berharap modelling yang sudah kami bangun di 21 desa ini nantinya dapat direplikasi atau menjadi acuan bagi desa lain di Yogyakarta. Tentunya dengan dukungan pemerintah di tingkat kabupaten dan provinsi," imbuhnya.

Load More