- Upaya DIY mengubah sampah menjadi energi listrik terancam pupus
- Hal itu lantaran syarat untuk menyediakan 1.000 ton per hari tidak bisa stabil
- Sejumlah wilayah di DIY sudah mandiri dalam mengolah sampah mereka
SuaraJogja.id - Di tengah persoalan darurat sampah, rencana pembangunan Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) nampaknya masih menemui jalan terjal.
Bilamana tidak, ada sejumlah syarat yang diminta pemerintah pusat pada Pemda DIY maupun kabupaten/kota yang dilematis.
Sekda DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti menyatakan, dalam pertemuan antara Pemda DIY dengan pusat pada Selasa (30/9/2025), ada sejumlah kriteria yang harus ditaati untuk merealisasikan program PSEL.
Salah satunya Pemda DIY harus mampu menyediakan sampah minimal 1.000 ton per hari selama 30 tahun ke depan.
Syarat itu wajib dipenuhi karena pembangunan PSEL melibatkan PLN maupun investor.
"Positifnya, semua sampah bisa langsung masuk ke pengolahan energi listrik tanpa perlu dipilah-pilah lagi. Tapi konsekuensinya berat, karena daerah harus berkomitmen menyiapkan pasokan sampah dalam jumlah besar setiap hari selama tiga puluhan tahun diatas 1.000 ton per hari secara konsisten," ungkapnya.
Menurut Made, berdasarkan data, produksi sampah dari tiga wilayah utama di DIY memang bisa mencapai angka tersebut 1.000 ton lebih per hari.
Sebut saja Kota Yogyakarta yang menghasilkan sekitar 300 ton per hari, Sleman 400 ton dan Bantul 700 ton.
Jika digabungkan, totalnya mencapai lebih dari 1.400 ton per hari.
Baca Juga: Sampah Sleman, Sisa Makanan jadi 'Biang Kerok', TPST Baru Terhambat Izin TKD
Namun angka itu belum sepenuhnya stabil karena selama ini Sleman dan Bantul hanya menyumbang setengah dari total sampah yang dihasilkan ke TPA Piyungan.
Sisanya mereka kelola sendiri dalam berbagai program pengolahan sampah.
"Kalau digabung, sebenarnya bisa memenuhi syarat. Tapi persoalannya tidak sesederhana itu. Masing-masing daerah sudah punya cara pengelolaan sendiri, misalnya RDF, incinerator, atau program pemberdayaan masyarakat dalam pengurangan sampah. Jadi tidak bisa langsung dilebur begitu saja," ujar dia.
Kontrak 30 tahun dengan skema penyediaan sampah minimal 1.000-1.200 ton per hari, lanjutnya memang menjadi kendala tersendiri.
Pasalnya, tren pengelolaan sampah saat ini justru mengarah pada pengurangan volume melalui prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Jika DIY justru diwajibkan menyetor sampah dalam jumlah besar, maka akan terjadi kontradiksi dengan kebijakan pengurangan sampah yang sedang digalakkan di masing-masing kabupaten/kota.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Bahlil Vs Purbaya soal Data Subsidi LPG 3 Kg, Pernah Disinggung Sri Mulyani
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
Terkini
-
Ini Kata Kemenag Soal Keamanan Bangunan Ponpes di Jogja Pasca Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo
-
Kerja di Luar Negeri Aman? BP3MI DIY Beri Peringatan Penting Sebelum Tergiur Gaji Tinggi
-
Jalan Sedogan-Balerante 'Dikepung' Portal! Pemkab Sleman Ambil Tindakan Tegas Atasi Truk Galian C yang Meresahkan Warga
-
Siap Taklukkan Menoreh? BiosfeRun 2025 Suguhkan Rute Baru Berstandar Internasional
-
Aliansi Jogja Memanggil Bongkar Kekerasan Aparat, Tuntut Pembebasan Aktivis hingga Reformasi Polri