Jika pandemi sudah berakhir, ia berharap pendidikan secara tatap muka dapat segera terlaksana.
Menurutnya, pendidikan itu membangun jaringan, pertemanan, bekerjasama dan menghargai hubungan-hubungan yang dibangun mahasiswa.
Sementara berkompetisi di dalam ruang kelas untuk mendapatkan nilai A hanya angka formal saja.
Ia menyebutkan, jika orang-orang sukses, pengusaha atau pejabat di Indonesia meraih jabatan mereka bukan karena hafal pelajaran dan ujian tetapi pasti karena ada faktor lainnya.
Baca Juga:Dukung Pembelajaran Tatap Muka, PGRI Sleman: Peran Guru Tak Tergantikan
Berapapun nilai yang didapatkan mahasiswa, mereka tetap manusia.
"Anda tetap manusia, berapapun nilai Anda, cumlaude atau tidak cumlaude. Anda akan bangga jika semua nilai Anda A semua. Jika tidak A semua ya jangan kecewa. Tapi akan lebih kecewa lagi, jika Anda sakiti teman, tidak membangun persahabatan dan menjalani masa sulit sendirian," imbuhnya.
Ia menekankan bahwa pendidikan tidak hanya karena ijazah, prestisius, nilai formal, tetapi jaringan untuk mempersiapkan apapun yang dicita-citakan. Bagi Al Makin, pendidikan adalah mengenai persahabatan dan pertemanan.
Oleh karena itu, ia lebih menyukai pendidikan tatap muka. Sebab, dari banyaknya kelas online yang dia isi, Al Makin merasa tidak bisa benar-benar mengawasi mahasiswanya. Apakah mereka benar-benar hadir, atau mereka hanya menunjukkan gambarnya saja.
"Ya kalau covid ini harus, tapi kalau nanti covid usai ya jangan semuanya online," kata Al Makin.
Baca Juga:Bantu Siswa Sekolah Daring, Pemkab Sleman Luncurkan Kanal Sembada Belajar
Meskipun saat ini pendidikan daring terus didukung dengan perkembangan teknologi yang cukup canggih. Bagi Al Makin tetap ada yang hilang tanpa adanya pendidikan secara tatap muka.