SuaraJogja.id - Kementerian Pertanian Republik Indonesia lakukan percepatan kewajiban penggunaan kartu tani untuk pembagian pupuk bersubsidi. Simpang siur ditetapkan akan berlaku 1 September 2020 atau diundur tahun depan, muncul pro kontra di kalangan sejumlah petani menyoal kartu tani tersebut.
Ketua Forum Petani Kalasan, Sleman Janu Riyanto menjelaskan, dengan kartu tani maka petani harus menabung terlebih dahulu di bank tertentu yang ditunjuk pemerintah. Diikuti kewajiban menggunakan kartu kala membeli pupuk di kios.
Selain itu, subsidi pupuk urea per Hektare untuk 125 Kg. Sehingga, total jatah alokasi pupuk bersubsidi bagi petani hanya 12,5 Kg per 1.000 meter.
"Banyak petani tua, buta huruf, tidak pernah ke bank," ungkapnya, Senin (31/8/2020).
Baca Juga:Dapat Dukungan dari NasDem, Sri Muslimatun Pede Hadapi Pilkada Sleman
"Apakah bisa petani menanam seribu meter hanya dengan urea 12,5 Kg dari tanam sampai panen?," tambah Janu, seraya bertanya.
Menurut petani di Kalasan, jumlah pupuk tidak mungkin cukup memenuhi kebutuhan tanam mereka. Dan bila mereka mengalami kekurangan, harus membeli pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal.
Ia mengatakan, poin paling berat untuk dilaksanakan oleh petani dari kebijakan itu ialah jumlah pupuk bersubsidi yang berkurang jauh.
Padahal normalnya, menyesuaikan jumlah luasan dan kondisi lahan, diperkirakan total pupuk yang dibutuhkan untuk masa tanam hingga panen adalah sebesar 25 Kg hingga 50 Kg.
Selain itu, tidak ada kebijakan yang rumit bagi petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi.
Baca Juga:Positif Covid-19 di DIY Tambah 24 Kasus, Terbanyak dari Sleman
"Biasanya petani tinggal bawa uang beli di kelompok atau di kios pupuk yang ditunjuk," ungkapnya.
Namun demikian, petani menurutnya tak bisa berbuat banyak, karena kebijakan itu dibuat oleh pemerintah.
"Aneh, katanya mau swasembada pangan, petani bingung," terangnya.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Heru Saptono, kelemahan penggunaan pupuk kimia, semakin ditambah dosisnya, semakin berikutnya tidak subur, apalagi kalau tidak ditambah atau dicampur pupuk organik. Sehingga akumulasinya, nanti terjadi residu dan tanah akan bantat.
"Sebetulnya berapa sih dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman? Sudah dikaji secara ilmiah oleh BPTP. Memang kecenderungan petani itu kalau nanam padi kemudian pupuk dengan pupuk kimia sampai hijau, itu baru marem padahal dosisnya berlebih. Ini kan kami lakukan edukasi, supaya nanti disubtitusi dengan pupuk organik juga," terang dia.
Lebih jauh ia mengungkapkan, program kartu tani untuk subsidi pupuk kimia sedianya tidak diterapkan parsial, melainkan menyeluruh.
Pihaknya akan mendorong penggunakan pupuk organik sebanyak mungkin, untuk masuk ke sawah. Sehingga dengan pengurangan subsidi pupuk kimia lewat adanya Kartu Tani ini, diikuti dengan dengan edukasi peningkatan penggunaan pupuk organik.
DP3 Sleman Belum Setuju Kartu Tani Untuk Pembatasan Jatah Pupuk
"Soal kartu petani, saya juga belum tentu setuju dan siap di petani, kiosnya juga untuk menggesek kartu itu. Dari sekian ribu petani, apakah sudah siap memiliki kartu tani itu," tuturnya.
Ia menambahkan, untuk petani yang sudah memiliki Kartu Tani juga membutuhkan aktivasi. Sehingga ia berharap, penerapan Kartu Tani tidak kaku dalam menentukan tanggal berapa kebijakan itu diterapkan, baik 1 September 2020 atau diundur tahun depan. Karena masing-masing wilayah membutuhkan tahapan tersendiri kaitan kesiapan di tingkat petani mereka.
"[Kendala lainnya], belum semua kios memiliki EDC, jadi kami ada tahapan untuk ke petani. Itu kan tahapan tersendiri untuk petani, tapi kebijakan ini kan ada di ranah pusat. Kalau saya tetep cari solusi dengan kios, pengecer, petani untuk ada solusi penerapan kartu tani ini, khususnya untuk Sleman ini," imbuh Heru.
Kontributor : Uli Febriarni