"Tapi memang kelemahan cabai yang sudah kena patek ini lebih cepat busukknya. Jadi itu juga pertimbangan pembeli, soalnya satu sampai dua hari saja sudah membusuk setelah dipetik," ungkapnya.
Disinggung soal upaya Pemkab, ia mengaku Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman sebenarnya sudah pernah melakukan pendampingan. Terkait dengan upaya untuk membantu petani mengantisipasi kehadiran patek dengan memberikan sejumlah obat-obatan.
"Sudah pernah ada pendampingan dan diberi obat tapi memang tidak manjur. Ya mungkin kalau mau manjur obatnya tidak ada hujan," kelakarnya.
Saat ini Ngadiman memilih mengganti sebagian lahannya dengan tanaman kacang tanah. Menurutnya daripada lahannya kosong dan sembari menunggu musim penghujan selesai tidak ada salahnya mengisinya dengan tanaman lain.
Baca Juga:Sambut Natal, PSS Sleman Berbagi Kebahagiaan dengan Anak-anak Disabilitas
"Ini saya tanami kacang tanah sekarang ya daripada tanah kosong. Kalau soal penjualan ya rugi tidak untung juga tidak. Kalau kacang aman dari hama tapi itu tadi kalau untung pun tidak banyak," tandasnya.
Petani cabai lainnya, di Dusun Nglarang, Desa Tlogoadi, Mlati, Sleman, Ipul (57) menyampaikan hal sama. Hawa patek yang selalu datang ketika musim hujan masih menjadi momok untuk tanaman cabai miliknya.
"Padahal harga cabai sedang naik, tapi malah produksinya turun karena patek. Kemarin waktu panen bagus harganya yang anjlok," keluh Ipul.
Menurutnya sudah berbagai cara dilakukan untuk menanggulangi patek muncul. Namun tetap saja patek masih selalu datang dan mengurangi bahkan tak jarang menggagalkan panen cabainya.
"Sebenarnya saya perkiraan hujan baru akan turun sekitar bulan Desember ini seperti tahun kemarin tapi ternyata meleset. Ya sudah mau gimana lagi, besok rencana saya rombak," pungkasnya.
Baca Juga:Sirekap Sempat Eror, KPU Sleman Tetap Rapat Pleno Rekapitulasi Hitung Suara