Ikut Pembatasan Jawa-Bali, DIY Terapkan PTKM Sesuai Kearifan Lokal

Alih-alih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang ditetapkan pemerintah pusat, Pemda DIY memilih istilah Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM).

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Kamis, 07 Januari 2021 | 17:34 WIB
Ikut Pembatasan Jawa-Bali, DIY Terapkan PTKM Sesuai Kearifan Lokal
Sekda DIY Baskara Aji berbicara pada awak media di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (17/9/2020) siang. - (SuaraJogja.id/Putu)

SuaraJogja.id - Pemda DIY akhirnya menetapkan pembatasan pergerakan masyarakat di lima kabupaten/kota. Kebijakan ini diimplementasikan melalui Instruksi Gubernur Nomor 1/INSTR/2021 tentang Kebijakan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat di DIY tertanggal 7 Januari 2021.

Alih-alih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang ditetapkan pemerintah pusat, Pemda memilih istilah Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM) karena kebijakan tersebut disesuaikan dengan kearifan lokal DIY.

Kebijakan ini diterapkan selama dua minggu mulai 11 hingga 25 Januari 2021 pasca-ditetapkannya pembatasan kegiatan di Jawa dan Bali oleh pemerintah pusat. DIY menjadi satu dari lima provinsi di Indonesia yang masuk kriteria pembatasan kegiatan karena kasus COVID-19 yang makin tinggi dan penggunaan kamar di rumah sakit rujukan yang di atas 80 persen.

"Kami sudah rapat dengan bupati dan wali kota dan disepakati pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat ini diberlakukan di semua kabupaten/kota," ujar Sekda DIY Baskara Aji ketika dikonfirmasi, Kamis (7/1/2021).

Baca Juga:Keduluan Pusat, Wagub Ngaku Anies Sempat Ingin PSBB Ketat di Awal 2021

Menurut Aji, penerapan PTKM dengan kearifan lokal berkaitan dengan keterlibatan masyarakat di tingkat bawah seperti RT/RW dalam menjaga wilayahnya masing-masing seperti yang dilakukan pada awal munculnya kasus COVID-19 di DIY tahun lalu. Semua desa atau kalurahan melakukan pengawasan dan pembatasan kegiatan masyarakat.

Warga kampung atau desa dipersilakan memasang portal dan mengawasi untuk skrining pendatang. Meski ada pembatasan, setiap desa dan kampung tidak boleh menutup semua akses keluar masuk.

"Misalnya satu kampung ada tiga akses, ya dibuka satu untuk keluar-masuk skrining pendatang. Ini yang kita inginkan sebagai kearifan lokal, " tandasnya.

Sementara untuk kegiatan perkantoran, Pemda DIY memberlakukan kebijakan yang berbeda. Kalau pemerintah pusat menetapkan bahwa ASN dan pegawai swasta lain 75 persen Work from Home (WfH) dan 25 persen Work from Office (WfO), maka DIY menetapkan masing-masing 50 persen untuk WfO maupun WFH.

Hal itu dilakukan agar pelayanan publik tidak terganggu karena ASN dan pegawai bekerja di rumah alih-alih berada di kantor. Meski demikian, perkantoran dan instansi lainnya harus menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat.

Baca Juga:PSBB Khusus Jawa dan Bali Diharapkan Tekas Kasus Covid-19 Hingga 20 Persen

"Sedangkan untuk pembelajaran tetap akan diberlakukan daring mulai dari perguruan tinggi sampai TK dan non-formal," jelasnya.

Aji menambahkan, setiap tempat perbelanjaan dan kawasan wisata wajib ditutup pada pukul 19.00 WIB setiap harinya. Hotel, kawasan wisata, dan pusat perbelanjaan pun harus membatasi pengunjung maksimal 25 persen dari kapasitas yang dimiliki. Kebijakan ini juga berlaku di kawasan Malioboro, yang selama ini selalu ramai pengunjung.

Titik-titik perbatasan wilayah DIY dengan daerah lain seperti Jateng pun akan diawasi. Setiap kabupaten/kota harus mengawasi pengunjung yang keluar masuk DIY.

"Pembatasan otomatis berlaku. Jateng, yang berbatasan langsung dengan DIY, tentu akan berkurang [pergerakan masyarakatnya] karena ada pembatasan di wilayah masing-masing. Tidak perlu kita cegat, tetapi mereka sudah tidak bisa dengan adanya pembatasan. Apalagi syarat surat tes swab antigen tetap diberlakukan," paparnya.

Bila nantinya ada yang melanggar PTKM, maka Pemda DIY sudah menetapkan aturan pemberian sanksi. Sanksi disesuaikan dengan aturan yang sudah dibuat Pemda DIY.

"Sanksi diberlakukan di kabupaten/kota. Kita persilakan bupati, wali kota mengatur ini dalam bentuk instruksi atau surat edaran," tandasnya.

Secara terpisah, Wakil ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana mengungkapkan, DPRD DIY mengusulkan agar pembatasan ini diikuti screening massal di tempat-tempat berisiko tinggi. Screening masal ini mesti dirancang baik secara metodologi.

"Sehingga bisa efektif memotret dan dilakukan tindakan pencegahan penularan," ungkapnya.

Screening tersebut, lanjut Huda, bisa dikerjasamakan dengan UGM menggunakan alat GeNose temuan UGM yang sudah siap. Pemda bisa meminjam alat yang sudah ada dan siap selama dua pekan atau sebulan sekaligus membuat pilot project screening massal di wilayah DIY menggunakan metodologi yang baik. Jika ditemukan kasus positif dalam screening, warga diminta isolasi mandiri jika tanpa gejala dan dilanjutkan swab dan perawatan jika bergejala.

"Kita mohon kerja sama saja, pinjam alat yang sudah ready, sehingga biaya tidak banyak," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak