SuaraJogja.id - Komisi Yudisial (KY) RI mencatat jumlah laporan kasus terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim kurang lebih 2.000 sampai 3.000 per tahun. Kendati demikian, semua laporan yang masuk tidak bisa diproses.
"Dari ribuan laporan yang kami terima, tidak semuanya bisa diproses karena ada laporan yang salah alamat," kata Ketua KY Profesor Mukti Fajar Nur Dewata ditemui di Kompleks II Pemkab Bantul, Manding pada Kamis (9/12/2021).
Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menjelaskan yang dimaksud dengan laporan salah alamat. Misalnya, ada seorang warga yang merasa diperlakukan tidak ada di kantor polisi lalu mengadu ke KY.
"Ada masyarakat yang merasa mendapat perlakukan tidak adil di kepolisian lalu melapor ke KY. Ini kan tidak tepat," terangnya.
Baca Juga:Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Bupati Bantul Klaim Tak Ada Penyimpangan Dana Desa
Laporan seperti itu, menurutnya, laporan yang tidak bisa diproses. Adapun jumlah laporan yang dapat diproses sekitar 400-500 kasus.
"Laporannya paling banyak tentang pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Contohnya ada hakim yang berlaku tidak etis, memihak ke salah satu pihak, dan hakim bermain kasus. Itu merupakan pelanggaran-pelanggaran yang ada di KEPPH," ujar dia.
Di sisi lain, pihaknya ingin meningkatan pemahaman masyarakat tentang keberadaan KY. KY juga ingin membangun sinergitas dengan berbagai lembaga pemerintahan maupun swasta.
"Tentunya kami punya banyak keterbatasan sehingga informasi dari masyarakat dibutuhkan. Jika ada yang perlu disampaikan ke KY, nanti akan kami tindak lanjuti," katanya.
Pentingnya informasi dari masyarakat supaya ikut berpartisipasi baik dalam proses pemilihan hakim agung, pengawasan hakim, dan advokasi hakim. Apabila masyarakat melihat hakim yang ditekan atau diintervensi diminta untuk melapor.
Baca Juga:Beri Uang ke Manusia Silver Dikenai Sanksi, Bupati Bantul: Sosialisasi Kurang Masif
Namun, dia menegaskan bahwa KY bukan komisi pemberantas hakim. Tugas KY adalah untuk meningkatkan kredibilitas hukum dan sistem peradilan.
"Supaya kami mendapatkan kepercayaan yang lebih baik dari masyarakat. Itu yang kami inginkan," ucapnya.