SuaraJogja.id - Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), Arie Sujito menegaskan bahwa berbagai istilah penyebutan untuk kejahatan jalanan atau klitih tidaklah penting. Hal yang jauh lebih mendesak adalah penanganan terhadap fenomena itu sendiri.
"Apapun sebutannya yang jelas ada masalah di anak-anak. Menurut saya enggak penting istilah itu, bahwa ada masalah sebutannya bocah nongkrong, bocah nakal, klitih, kejahatan jalanan itu nggak penting, yang penting itu mendiagnosis problemnya lalu intervensi policy-nya sama pendekatan yang dinamis," tegas Arie saat dihubungi awak media, Selasa (4/1/2022).
Perdebatan soal nama atau sebutan fenomena kejahatan jalanan itu dinilai bukan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan. Sehingga seharusnya hal itu bukan yang menjadi fokus untuk situasi sekarang ini.
Belum lagi, kata Arie, jika di dalam nama atau sebutan itu kemudian malah tidak mencerminkan kenyataan sesungguhnya. Sebab bisa saja sebutan itu malah bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Baca Juga:Pokja Genetik UGM Sebut Varian Omicron Belum Terdeteksi di DIY
"Namanya bagus tapi kalau tindakannya kacau juga nanti apa hubungannya, enggak penting nama itu. Menurutku tidak perlu debat dengan namanya klitih atau kejahatan jalanan. Kalau misalnya bergeser ya, tindakan yang namanya baik misalnya tapi ternyata tujuannya provokasi ya apa gunanya," tuturnya.
Menurut Arie, hal yang perlu difokuskan adalah penanganannya sendiri. Pasalnya secara sosiologis kejadian itu memang benar ada.
Belum lagi dengan fenomena yang terus-menerus berulang. Lantas memang diperlukan adanya upaya-upaya guna menekan kejadian itu tidak kembali muncul.
"Menurutku debat kita itu bukan pada isitilah tetapi secara sosiologis ada kejadian. Secara sosiologis ini berulang dan kita harus mengatakan bahwa ada masalah yang besar dan jangan menunggu masalah-masalah baru muncul," ujarnya.
Sebelumnya Sekda DIY, Baskara Aji menambahkan kejahatan jalanan yang terjadi beberapa waktu terakhir sebenarnya tidak bisa disebut klitih. Dari data kepolisian, peristiwa yang terjadi merupakan pembacokan, pengeroyokan dengan senjata tajam (sajam).
Baca Juga:Layani Vaksinasi Anak Usia 6-11 Tahun, RSA UGM Targetkan 100 Penerima Setiap Hari
Dengan penyebutan tindak kejahatan yang terjadi, maka Pemda dan pihak kepolisian lebih mudah melakukan klasifikasi. Dengan demikian penyelesaian masalah yang terjadi pun bisa dilakukan secara tepat.
Apalagi istilah klitih tidak ada pada urusan hukum. Karenanya butuh penegasan jenis tindakan pidana pelaku kejahatan jalanan.
"Jadi supaya kita bisa pilah-pilah kalau apa-apa klitih ya nggak menyelesaikan masalah," kata Aji.