Sutarimah melihat fenomena childfree ini dari kacamata yang lebih makro. Walaupun tidak dipungkiri tetap akan ada faktor mikro yang membuat seseorang akhirnya memilih untuk menerapkan nilai-nilai tadi.
Salah satu faktor mikro yang cukup berpengaruh sebut saja terkait dengan pola pengasuhan orang tua di masa lalu.
“Memang tentunya juga faktor mikro itu pasti ada. Artinya orang akan mengambil itu sebagai valuenya atau tidak itu pasti faktor mikro berperan ya. Misalnya, faktor pengasuhan kalau orang yang diasuh dibiasakan paham dengan keluarga adalah aset yang sangat berharga pasti dia juga ngga akan atau setidaknya pasti akan mikir-mikir untuk mengambil itu (childfree),” ucapnya.
Kendati memang ada faktor lebih besar atau makro yang mempengaruhi perubahan pola pikir itu. Pergeseran nilai yang dipahami seseorang saat ini membuat pemahaman akan nilai-nilai atau pemahaman itu lebih dapat diterima.
Baca Juga:Soroti Kerusakan di Jalan Perwakilan, Forpi Jogja Minta OPD Awasi Parkir di Lokasi Setempat
“Lebih kepada pergeseran nilai. Seperti yang saya sebutkan tadi, itu penghargaan atas individualitas, atas nilai sebagai seorang individu itu harus dihargai,” imbuhnya.
Sutarimah menegaskan kondisi pandemi Covid-19 saat ini bukan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pemahaman tentang childfree ini kemudian muncul. Sebab memang pemahaman terkait dengan childfree ini sesuatu yang mendasar.
Bukan juga lantas bisa dipengaruhi oleh faktor finansial sebagai dampak masa pandemi sekarang ini. Pemahaman mengenai keputusan untuk memilih tidak memiliki anak, kata dia bukan sesuatu yang bisa dipengaruhi secara instan begitu saja,
“Engga lah (pandemi tidak berpengaruh), itu kan satu hal yang mendasar ya, kalau pandemi ini kan sesuatu hal yang insidental. Ngga mungkinlah perubahan tiba-tiba karena pandemi lalu mengubah sesuatu yang sangat mendasar itu, engga lah. Saya kira tidak akan semudah itu lah mengubah keputusan untuk punya anak atau tidak, hal itu ngga atau bukan sesuatu yang bisa dipengaruhi secara instan oleh keadaan sesaat,” tuturnya.
Disampaikan Sutarimah bahwa setiap orang memiliki kemerdekaan masing-masing. Segala keputusan yang akan diambil mengenai ada atau tidaknya anak dalam kehidupan rumah tangga seharusnya juga menjadi urusan pribadi.
Baca Juga:Capaian Vaksin Anak 81,5 Persen, Dinkes Jogja Targetkan Dosis 2 Selesai Februari
Namun yang perlu diperhatikan adalah tidak bisa lantas keputusan itu dibuat secara sepihak saja tanpa melibatkan calon pasangan baik suami atau istri. Bahkan hal kesepakatan yang dijalin sejak awal hubungan itu mutlak untuk dilakukan.