Sulitnya Menertibkan Baliho Ilegal di Jogja: Pemiliknya Susah Dilacak hingga Bikin Pemkab Boncos

Berdasarkan data yang dihimpun Satpol PP DIY ada ribuan baliho tak berizin alias ilegal yang berdiri di pinggir jalan-jalan Jogja.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 10 Februari 2022 | 08:15 WIB
Sulitnya Menertibkan Baliho Ilegal di Jogja: Pemiliknya Susah Dilacak hingga Bikin Pemkab Boncos
Baliho raksasa roboh di simpang empat Gejayan, Rabu (12/1/2022) lalu. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Hal itu merupakan imbas dari peristiwa robohnya baliho raksasa di simpang empat Gejayan, Condongcatur, Depok beberapa waktu lalu.

Diketahui, baliho yang roboh diterpa angin kencang dan hujan tersebut telah berdiri selama dua bulan dengan status belum mengantongi izin.

"Itu saja yang sudah dua bulan berdiri, kami baru tahu kalau belum berizin," sesalnya. 

Menurut Taufiq, jumlah sumber daya manusia yang minim menjadi kendala DPU PKP dalam pengawasan baliho di lapangan.

Baca Juga:Buntut Baliho Ambruk di Concat, Pemkab Tambah Personel Pengawas

"Kami sudah mengajukan lewat Sekretaris Daerah, dalam waktu dekat pengawas personel yang di lapangan akan ditambah lima orang. Sehingga totalnya menjadi delapan orang," tuturnya.

Pihaknya juga meminta partisipasi masyarakat agar melapor, bila ada reklame melanggar aturan dan telah terpasang. 

"Silakan difoto dan lapor. Lalu nanti kami cek ke lapangan," kata dia.

Pendapatan Pajak Berkurang

Baliho yang berdiri tanpa izin tidak hanya membahayakan dari sisi konstruksi dan melanggar aturan, tetapi berpotensi juga berkurangnya pendapatan dari pajak reklame. Sebab sulitnya pemerintah untuk menarik pajak dari yang bersangkutan. 

Baca Juga:Baliho Ambruk di Simpang Empat Gejayan, Lalu Lintas Terganggu

Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sleman, Haris Sutarta menuturkan bahwa penarikan pajak reklame sudah diatur dalam Perda Kabupaten Sleman nomor 4 tahun 2011 tentang pajak reklame. Aturan itu memang kemudian berbeda dengan perizinan pendirian reklame. 

"Kalau dari aturannya, pajak reklame itu didasarkan pada transaksi. Jadi kalau sudah berdiri dan sudah ada yang terpasang (iklan), ya kami menagih (pajaknya)," kata Haris, ditemui di kantornya. 

Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sleman, Haris Sutarta. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sleman, Haris Sutarta. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Kemudian kalau itu terkait dengan perizinan, itu memang beda ya. Karena dasarnya saya pemasangan, seperti halnya restoran. Kalau restoran itu baik izin atau tidak kalau dia berjualan ditarik pajak," terangnya. 

Diterangkan Haris, pajak reklame di Kabupaten Sleman sendiri tergolong cukup besar. Berdasarkan catatan BKAD Sleman dari tahun 2019 lalu realisasi pajak reklame di Bumi Sembada selalu melebihi target.

Di tahun 2019 target yang ditetapkan sendiri adalah sebesar Rp9,5 miliar kemudian berhasil terealisasi hingga Rp10,4 miliar dari jumlah wajib pajak sebanyak 3474.

Lalu di tahun 2020 targetnya menurun cukup banyak akibat diterpa pandemi Covid-19 menjadi Rp6 miliar saja. Namun tetap dapat terelalisasi lebih tinggi yakni menembus angka Rp7,99 miliar dari wajib pajak yang juga bertambah jumlahnya menjadi 3588.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak