SuaraJogja.id - Keputusan mengenai relokasi cagar budaya Ndalem Mijosastran telah muncul, di antara pemilik bangunan dan pihak proyek. Bangunan itu diperkirakan akan direlokasi dalam waktu dua bulan ke depan, utuh.
Seperti diketahui bersama, bangunan rumah limasan yang ada di Padukuhan Pundong II, Kalurahan Tirtoadi, Kabupaten Sleman itu masih berdiri, walaupun di sekitarnya sudah rata tanah, sebagai bagian dari jalur tol Jogja-Bawen seksi I.
PPK Proyek Tol Jogja-Bawen Mustanir memastikan proses pembebasan lahan terus berjalan dan ia berharap waktu dua bulan yang direncanakan itu bisa terealisasi.
Ia mengungkap, proses pembebasan lahan dan relokasi Ndalem Mijosastran dilakukan dengan berpedoman pada UU Nomor 11 tahun 2010 tentang pelestarian cagar budaya dan UU Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah.
Baca Juga:Gedung SD N Banyurejo 1 Bergetar Terdampak Proyek Tol, Pembangunan Gedung Baru Masih Saling Tunggu
"Berdasarkan hasil kajian, walaupun bangunan yang terdampak hanya separuh, rumah limasan tradisional itu rencananya bakal direlokasi utuh," ujarnya, Kamis (8/9/2022).
Ia menambahkan, ahli waris sudah mengajukan izin relokasi ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan telah mendapatkan rekomendasi dari dewan pertimbangan Pelestarian warisan budaya (DP2WB) DIY.
Berkas kajian juga telah diberikan ke Panitia Pengadaan Tanah (P2T). Untuk kemudian diserahkan ke Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), karena ada perubahan spesifikasi, untuk dilakukan penghitungan kembali berdasar hasil kajian tersebut.
"Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), juga telah meminta petunjuk ke Komite Penyusunan Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) dan telah mendapatkan jawaban beberapa waktu lalu. Dokumen itu lah nantinya kami tindaklanjuti untuk proses pengadaan tanah," terangnya.
Keluarga Pemegang Hak Waris Ndalem Mijosastran Widagdo berharap, proses relokasi dan ganti untung bangunan rumah keluarganya itu bisa dilakukan secepatnya.
"Agar proyek jalan tol bisa secepatnya diselesaikan," ujarnya.
Sepakat Dipindah Tapi Belum Sepakat Nominal
Widagdo mengaku risih, karena semakin lama bangunan itu berdiri di area IPL, ia mengaku khawatir muncul pandangan sekitar yang berpikir ia menghalang-halangi pengerjaan tol.
Padahal, ia mendukung proyek tol bisa segera terlaksana, dengan syarat rumah keluarga mereka bisa dipindah secara utuh. Ia menyebut, walaupun kesepakatan pemindahan telah muncul, hingga kini pihaknya masih belum sepakat dengan nilai yang ditawarkan oleh proyek, sebagai ganti untung.
Menurut Widagdo, sudah seharusnya rumah yang merupakan cagar budaya itu dihargai tinggi.
Sehingga, kalaupun pindah, keluarga bisa mendapatkan hak dengan menerima ganti keuntungan yang sepadan.
"Rumah ini sudah lama ditinggali, sudah lama dibangun. Rumah baru dan rumah yang sudah lama, apalagi cagar budaya, nilainya berbeda. Nilainya tidak bisa disamakan," ucapnya.
"Kami mau pindah dari sini, lalu tanahnya diikhlaskan untuk proyek pembangunan jalan tol, itu kan bentuk kesadaran luar biasa. Sebetulnya berat sekali. Karena itu, kami minta supaya itu dibiayai negara," ucapnya
"Harus ada nilai pengorbanan, karena kami rela mau pindah. Itu harus dihargai," pinta Widagdo.
Sudah Terganggu Efek Pekerjaan
Anggota Keluarga Pemegang Hak Waris Ndalem Mijosastran, Winarno, berharap proses pembebasan dan relokasi Ndalem Mijosastran bisa dilakukan secepatnya.
Sebab, kanan dan kiri bangunan Ndalem Mijosastran seluruhnya sudah rata dengan tanah dan hanya tersisa Ndalem Mijosastran.
"Waktu proyek itu sedang melakukan pemadatan, kuat sekali getarannya seperti gempa. Kalau sekarang sedang normal lagi," ungkap Winarno.
Sebelumnya diberitakan, Ndalem Mijosastran merupakan bangunan rumah yang masih berdiri di atas IPL tol Jogja-Bawen.
Ndalem Mijosastran merupakan bangunan bersejarah yang pernah difungsikan sebagai pos Tentara Indonesia. Pada 2015, bangunan ini mendapatkan penghargaan anugerah budaya Pelestarian Cagar Budaya dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Pada 2017,melalui Surat Keputusan Bupati Sleman, No:14.7/Kep.KDH/A/2017 tertanggal 6 Februari 2017 ditetapkan menjadi cagar budaya.
Kontributor : Uli Febriarni