SuaraJogja.id - Tanggapan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut DIY merupakan propinsi termiskin se-Jawa pada 2023 ini kembali muncul. Kali ini Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komda DIY menolak bila DIY dianggap menjadi kota miskin dibandingkan propinsi lain di Jawa.
"Saya kok nggak begitu yakin ya dengan data [bps] kalau jogja paling miskin se-jawa. Data dari kita itu valid, di data yang lain mungkin[angka kemiskinan] tidak valid, ditingkatkan," ujar Ketua Asmindo Komda DIY, Timbul Raharjo disela rangkaian Jogja International Furniture & Craft Fair Indonesia (JIFFINA) 2023, Timbul Raharjo di Yogyakarta, Selasa (24/01/2023).
Menurut Timbul, perekonomian DIY pasca pandemi COVID-19 terus mengalami pemulihan. Sebab berbagai sektor mulai membaik, termasuk kerajinan dan mebel yang jadi salah satu bisnis penunjang perekonomian DIY.
Ekspor berbagai kerajinan, mebel dan furniture juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Meski konflik perang Ukraina dengan Rusia masih berjalan, buyer dari berbagai negara masih mengimpor berbagai produk dari DIY. Suplier kerajinan dan mebel di DIY pun banyak, mulai dari kecil hingga suplier besar yang ekspor ke berbagai negara.
Baca Juga:Masuk Wilayah KLB Campak, Dinkes DIY Catat 48 Kasus Sepanjang Tahun 2022
"Kemiskinan itu diblow up biar dapat bantuan. Karenanya jadi pertanyaan saya, data [kemiskinan diy] yang disampaikan itu benar atau tidak, saya tidak percaya," tandasnya.
Timbul berpendapat, angka kemiskinan bisa saja disampaikan demi kepentingan tertentu. Misalnya saja untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Kecurigaan itu bukan tanpa alasan. Bila DIY merupakan propinsi termiskin, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disebut justru nomor dua se-Indonesia setelah DKI Jakarta. Usia Harapan Hidup di DIY pun mencapai 75,08 tahun.
Harapan Lama Sekolah bahkan tertinggi di Indonesia yaitu 15,65 tahun. Pengeluaran per kapita DIY tertinggi kedua yaitu Rp 14,48 juta.
"Kita [diy] itu daerahnya santai, tidak kemrungsung (terburu-buru-red), secara ipm umur pun juga lebih baik dari daerah lain," ujarnya.
Baca Juga:Tamu-tamu Hotel Mulai Lari ke Solo, PHRI DIY: Kalau Terlena Bisa Terlibas
Timbul menambahkan, meski sempat kolaps saat pandemi, sektor kerajinan dan mebel di DIY sudah mulai bangkit. Meski kondisi global mempengaruhi pasar internasional, saat pandemi maupun perang Ukraina-Rusia, permintaan pasar akan produk-produk kerajinan di DIY masih saja meningkat.
"Setiap produksi mencari buyer, buyernya juga mencari produksi. Seperti pasar amerika, eropa, dan timur tengah, india, korea justru pasar naik," tandasnya.
Hal senada disampaikan Committee JIFFINA 2023 Agus Imron yang menyampaikan angka kemiskinan yang tinggi di DIY harus dilihat dari kacamata siapa. Kalau dari kacamata pengusaha dan industri kreatif, DIY bukanlah propinsi termiskin di Jawa.
"Semua sektor di diy kan bergerak, sebagai kota kreativitas kan miskin itu tidak ada. Tapi kan beda cara pandang seniman, pengusaha dengan pemerintah," ungkapnya.
Dari pengalaman JIFFINA 2022 yang digelar Agustus lalu, transaksi pameran tersebut bisa menembus 24 juta US$. Sekitar 2.000 buyer atau pembeli datang untuk bertransaksi selama pameran.
Padahal pada saat itu konflik perang Ukraina dengan Rusia baru saja berjalan. Tren pandemi pun masih cukup tinggi.
"Karenanya tahun ini semuanya harus kerjasama. Apalagi pariwisata pulih, buyer kita terus datang. Semua harus terlibat, sinerginya disitu, tidak bisa sendiri-sendiri[mengatasi kemiskinan]," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi