SuaraJogja.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) menerbitkan SK Bupati Sleman Nomor 27.21 Kep. KDH I A / 2024 tentang Perpanjangan Penetapan Status Siaga Darurat Erupsi Gunung Api Merapi. Menanggapi hal itu berbagai upaya kesiapsiagaan terus dilakukan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sleman, Bambang Kuntoro. Kesiapsiagaan itu dilakukan bersama dengan sejumlah instansi terkait.
"BPBD Kabupaten Sleman terus melakukan berbagai upaya keiapsiagaan di antaranya menjalin kerjasama dengan BPPTKG Yogyakarta dalam melakukan pemantauan dan sosialisasi, koordinasi dengan lembaga vertikal BNPB, menjalin kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik lokal maupun asing dan berbagai unsur terkait," kata Bambang, Sabtu (29/6/2024).
Lebih dari itu, Bambang bilang kegiatan pencegahan tidak serta merta menjadi ranah instansi saja. BPBD Sleman turut menjalankan beberapa upaya mitigasi lain.
Baca Juga:Kegempaan Gunung Merapi Masih Tinggi selama Sepekan Terakhir, Begini Penjelasan BPPTKG
Mulai dari menyusun Rencana Kontijensi Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2020. Kemudian memasang perangkat Early Warning System (EWS) sebanyak 35 dan jalur evakuasi yang dilengkapi dengan rambu-rambu serta titik kumpul di daerah potensi bahaya.
Selanjutnya, pihaknya juga telah menyiapkan 12 barak pengungsian bagi warga yang terdampak bencana erupsi Gunung Merapi. Kemudian melangsungkan simulasi penanganan kedaruratan bencana erupsi Gunung Api Merapi pada Tahun 2024, melalui kegiatan Table Top Exercise Gladi.
Segala kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terkait ancaman dan risiko. Terkhusus melalui sistem informasi dan komunikasi, serta peringatan dini.
"Tujuan lainnya yaitu meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan terkait sistem penanggulangan kedaruratan bencana yang melibatkan multipihak dalam mengantisipasi dampak skenario terburuk erupsi Gunung Merapi," ujarnya.
BPBD Sleman turut membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana) dan Kalurahan Tangguh Bencana (Kaltana) di daerah terdampak erupsi Gunung Merapi. Kebijakan ini ditunjang dengan pemberian Kartu Identitas Relawan (KIR) kepada sejumlah sukarelawan di wilayah tersebut.
"Pemberian KIR juga dalam upaya meningkatkan kompetensi keahlian yang dimiliki relawan. Jadi tidak hanya sebagai kartu identitas saja, akan tetapi pemegang KIR juga mendapatkan prioritas untuk mendapatkan pelatihan tentang kebencanaan sehingga keahlian yang dimiliki bisa semakin ditingkatkan," terangnya.
Diketahui bahwa status Gunung Merapi pada tingkat Siaga atau Level III itu sudah berlangsung sejak 5 November 2020 lalu.
Sedangkan gunung api yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah itu memasuki fase erupsi sejak tanggal 4 Januari 2021. Saat itu ditandai dengan munculnya kubah lava di tebing puncak sektor barat daya dan di tengah kawah.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso menambahkan potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awanpanas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km. Lalu untuk Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
"Masyarakat agar tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya, mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi," pungkasnya.