"Mahkamah Agung menegaskan bahwa pernyataan IPW tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang mencapai Rp.97.020.757.125 adalah tidak benar karena didasarkan pada pengolahan data dan informasi yang keliru," ungkapnya.
Suharto menanbahkan uang honorarium penanganan perkara itu dibagikan secara habis sebesar 100 persen kepada penerima alokasi sesuai besaran yang ditetapkan.
Dalam hal terdapat pejabat penerima yang tidak terisi baik karena pensiun maupun keadaan lain maka dilakukan redistribusi kepada
seluruh penerima.
Suharto menuturkan pernyataan IPW bahwa yang didistribusikan hanya sebesar 74,05 persen adalah tidak benar. Pasalnya perhitungan tersebut semata-mata didasarkan pada penjumlah data yang tersaji dalam memorandum Panitera MA kepada hakim agung.
Baca Juga:Gantikan Direktur yang Terseret Korupsi, Widayat Punya PR Besar di PT Taru Martani
"Memorandum tersebut hanya memuat daftar penerima HPP yang ada dalam kamar, sedangkan penerima alokasi HPP lainnya tidak dimuat dalam memorandum tersebut," ucapnya.
Berdasarkan Keputusan Panitera Mahkamah Agung, honorarium penanganan perkara dialokasikan kepada 43 kelompok penerima. Dengan kategori yakni majelis hakim (60%), supervisor (7%), pendukung teknis yudisial (29%) dan pendukung administrasi yudisial (4%).
"Distribusi honorarium penanganan perkara disesuaikan dengan peran dan tanggung jawabnya terhadap penyelesaian perkara pada Mahkamah Agung," tandasnya.
Penerima HPP, diungkapkan Suharto, dibagi pada dua kategori penerima. Pertama, individual artinya honor diberikan kepada yang
bersangkutan untuk dirinya sendiri misalnya Hakim Agung, Panitera Pengganti dan operator.
Kedua kolektif artinya HPP diberikan kepada yang bersangkutan sebagai perwakilan dari unit kerja. Oleh karena itu untuk yang kolektif, HPP tersebut dibagikan kepada staf yang berada di bawahnya.
Selain itu, ditegaskan Suharto, pelaksanaan pemberian honorarium penanganan perkara telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada tahun 2023. Hasil audit BPK tidak menemukan adanya indikasi penyimpangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.