Awan Panas Merapi Meluncur 1 Km, Guguran Lava Capai 271 Kali Sepekan

Morfologi kubah tengah tidak ada perubahan morfologi yang signifikan.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 10 November 2024 | 14:08 WIB
Awan Panas Merapi Meluncur 1 Km, Guguran Lava Capai 271 Kali Sepekan
Kolom abu vulkanik tebal membumbung akibat aktivitas erupsi yang terjadi di Gunung Semeru, Jawa Timur, Rabu (6/3/2024). (ANTARA/HO-PVMBG)

SuaraJogja.id - Aktivitas Gunung Merapi di perbatasan DIY dan Jawa Tengah masih terus berlangsung. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat luncuran awan panas dan ratusan guguran lava dalam sepekan terakhir.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso mengatakan aktivitas tersebut tercatat pada periode 1-7 November 2024.

"Pada minggu ini terjadi 1 kali awan panas guguran ke arah barat daya [hulu Kali Bebeng] dengan sejauh 1.000 meter," kata Agus, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (10/11/2024).

Guguran lava teramati sebanyak 271 kali ke arah hulu Kali Bebeng sejauh maksimal 2.000 meter. Suara guguran terdengar 5 kali dari Pos Babadan dengan intensitas kecil hingga sedang.

Baca Juga:Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III 2024 Lampaui Nasional, Ini Faktor Pemicunya

BPPTKG turut melakukan analisis morfologi dari stasiun kamera Deles5 dan Babadan2. Morfologi kubah barat daya teramati adanya perubahan akibat adanya aktivitas pertumbuhan kubah dan guguran lava.

Untuk morfologi kubah tengah tidak ada perubahan morfologi yang signifikan. Berdasarkan analisis foto udara tanggal 24 Oktober 2024 volume kubah barat daya terukur sebesar 3.077.000 meter kubik dan kubah tengah sebesar 2.361.800 meter kubik.

Sejumlah kegempaan masih tercatat dalam sepekan terakhir, didominasi gempa guguran yang mencapai 1.060 kali. Disusul gempa fase banyak 979 kali, 12 kali gempa tektonik, 8 kali gempa frekuensi rendah dan 1 kali gempa awan panas guguran.

"Kegempaan fase banyak dan frekuensi rendah pada minggu ini lebih tinggi dibandingkan minggu lalu," tuturnya.

Deformasi Gunung Merapi yang dipantau dengan menggunakan EDM dan GPS pada minggu ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Baca Juga:Klaim Elektabilitas Paslon Bermunculan Jelang Pilkada, Integritas Lembaga Survei Dipertanyakan

Diketahui bahwa status Gunung Merapi pada tingkat Siaga atau Level III itu sudah berlangsung sejak 5 November 2020 lalu.

Sedangkan gunung api yang berada di perbatasan DIY dan Jawa Tengah itu memasuki fase erupsi sejak tanggal 4 Januari 2021. Saat itu ditandai dengan munculnya kubah lava di tebing puncak sektor barat daya dan di tengah kawah.

Agus menambahkan potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awanpanas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km. Lalu untuk Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km.

Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.

"Masyarakat agar tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya, mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi," tandasnya.

Sementara itu, Kabid Logistik dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman, Bambang Kuntoro, meminta para penambang dan pengelola wisata jip di lereng Gunung Merapi untuk tetap waspada terhadap potensi bencana banjir lahar. Hal ini mengingat cuaca yang sudah mulai sering hujan dalam beberapa waktu terakhir.

Disampaikan Bambang, bahwa kondisi cuaca di Gunung Merapi saat ini sudah cukup tinggi. Meskipun memang curah hujan di sekitar lereng Merapi saat ini masih relatif rendah yakni sekitar 23 hingga 25 mm per jam.

Namun jika terjadi hujan dengan intensitas lebih tinggi dalaml hal ini di atas 50 mm per jam maka potensi terjadinya lahar dingin dan banjir lahar bisa meningkat.

"Hujan deras yang terjadi di puncak Merapi bisa berdampak pada lereng bawah, meskipun di kawasan bawah tampak tidak hujan. Untuk itu, saya mengingatkan para penambang dan pengelola wisata untuk selalu waspada. Potensi terjadinya lahar dingin tetap ada," kata Bambang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini