Gegara Menambang untuk Urug Tol di Serut Gedangsari, Dua Orang Jadi Tahanan Rumah

MHS dan ZA merupakan penerima kuasa dari pemilik izin usaha penambangan dan bertindak sebagai operator alat berat di lokasi tambang.

Galih Priatmojo
Kamis, 13 Februari 2025 | 09:50 WIB
Gegara Menambang untuk Urug Tol di Serut Gedangsari, Dua Orang Jadi Tahanan Rumah
Ilustrasi penambangan urug [ANTARA/Niko Panama]

SuaraJogja.id - Dua orang berinisial MHS dan ZA terpaksa menjalani tahanan rumah setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penambangan tanah ilegal di Kalurahan Serut, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul. Keduanya diduga terlibat dalam aktivitas penambangan tanah urug yang diperuntukkan bagi proyek pembangunan jalan tol.  

MHS dan ZA merupakan penerima kuasa dari pemilik izin usaha penambangan dan bertindak sebagai operator alat berat di lokasi tambang. Keduanya akan menjalani sidang ketiga pada Kamis (13/2/2025) di Pengadilan Negeri Wonosari.  

Kasus ini bermula dari keterlibatan CV. Swastika Putri, sebuah perusahaan yang memiliki dua lokasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan surat dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemda DIY, perusahaan ini memang memiliki izin penambangan tanah urug di Rejosari dan Nglengkong. 

Namun, izin tersebut hanya sebatas WIUP dan belum dilengkapi dengan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah.  

Baca Juga:Gunungkidul Pangkas Anggaran Infrastruktur Rp61,2 Miliar, Proyek Jalan dan Irigasi Terancam Mangkrak

Pada 16 Agustus 2023, pemilik CV. Swastika Putri, berinisial B, memberikan surat kuasa kepada ZA untuk menjalankan proyek pertambangan. ZA kemudian menggandeng MHS pada 23 Maret 2024 untuk mengoperasikan alat berat dalam kegiatan penambangan.  

Penambangan Berjalan, Warga Diberi Kompensasi

Meski belum mengantongi izin resmi, ZA dan MHS tetap menjalankan aktivitas penambangan. Mereka bahkan melakukan sosialisasi kepada warga sekitar dan memberikan kompensasi sebesar Rp 50 juta agar kegiatan tambang bisa terus berjalan tanpa hambatan.  


Kegiatan pertambangan ini sempat terhenti akibat cuaca buruk pada Juni 2024, namun kembali dilanjutkan pada 11 Juli 2024 dengan menggunakan satu unit ekskavator. Hasil tambang kemudian mulai dijual dengan sistem deposit. Salah satu saksi, Maryadi, tercatat melakukan pembayaran sebesar Rp 81 juta untuk pengambilan tanah urug.  

Dihentikan Polisi, Alat Berat Disita

Baca Juga:Bejatnya Pria 55 Tahun di Gunungkidul, Modus Beri Uang untuk Setubuhi Bocah 13 Tahun Berkali-kali

Aktivitas tambang ilegal ini akhirnya terendus aparat kepolisian. Pada 15 Juli 2024, tim Ditreskrimsus Polda DIY menghentikan kegiatan pertambangan setelah menemukan bahwa lokasi tambang tidak memiliki izin resmi. Petugas menyita dua unit ekskavator dan lima unit dump truck yang digunakan untuk mengangkut tanah urug.  

Hasil overlay peta dari Dinas PUP ESDM DIY menunjukkan bahwa lokasi tambang memang tidak memiliki IUP maupun SIPB yang sah. Akibatnya, ZA dan MHS dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang pertambangan tanpa izin, yang dapat berujung pada hukuman pidana.  

Menjalani Tahanan Rumah, Sidang Masih Berlanjut

Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungkidul, Surya Hermawan, mengungkapkan bahwa kedua terdakwa saat ini menjalani tahanan rumah sambil menunggu proses persidangan. Sidang ketiga dijadwalkan berlangsung besok

"Sidang ketiga besok Kamis dengan agenda pendapat jaksa mengenai keberatan dari pihak terdakwa," tuturnya. 

Kasi Penkum Kejati DIY, Herwatan menyebutkan kasus penambangan di Serut merupakan limpahan dari Polda DIY. Kasus penambangan di Serut merupakan kasus Pidana Umum dan pihaknya hanya menyidangkannya. 

"Kalau kronologi awalnya terungkap kami tidak tahu. Yang menangani Polda (DIY), " terang dia. 

Kontributor : Julianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak