SuaraJogja.id - Daftar kasus korupsi di Indonesia semakin panjang saat ini, tak hanya di tingkat pusat namun juga daerah.
Belum selesai kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen hingga Rp1 Triliun, baru-baru ini muncul dugaan kasus korupsi barang atau jasa di Kementerian Pertanian.
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan pun bersuara terkait masifnya kasus korupsi di Indonesia.
Ditemui usai mendapatkan UMY Award Bidang Hukum dan HAM di Yogyakarta, Senin (28/4/2025), Novel menyebutkan, pemberantasan korupsi di tanah air tidak bisa lagi ditangani dengan cara-cara konvensional sehingga pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset merupakan langkah mendesak yang harus segera diwujudkan untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca Juga:Empat Kali Lurah di Sleman Tersandung Kasus Tanah Kas Desa, Pengawasan Makin Diperketat
"Korupsi di Indonesia ini sudah parah. Tidak cukup lagi hanya dengan penegakan hukum biasa. Kita butuh langkah-langkah luar biasa, salah satunya adalah perampasan aset hasil tindak pidana korupsi," katanya.
Menurut Novel, Indonesia sebenarnya memiliki dasar kuat untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Di antaranya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (UNCAC) yang sudah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Salah satu amanat konvensi tersebut adalah penerapan mekanisme perampasan aset tanpa harus menunggu proses pidana yang berkepanjangan.
"Konvensi UNCAC sudah jelas memberi mandat kepada negara-negara anggotanya untuk memiliki regulasi tentang perampasan aset. Ini bukan sekadar keinginan, tapi sudah menjadi kewajiban hukum internasional kita," ujar dia.
Novel menyebutkan, korupsi kerap dilakukan dengan pola yang rumit dan melibatkan upaya penyamaran aset melalui berbagai skema.
Baca Juga:Suap Tanah Kas Desa Trihanggo Terungkap, Lurah dan Pengusaha Hiburan Malam Ditahan
Tanpa adanya ketentuan illicit enrichment, atau kekayaan tidak wajar, negara akan kesulitan mengejar aset hasil korupsi yang disembunyikan di dalam atau di luar negeri.
Namun yang memprihatinkan, ada kabar di dalam draf terbaru RUU Perampasan Aset, ketentuan tentang illicit enrichment telah dihapuskan. Menurut Novel, penghilangan unsur ini justru mengancam efektivitas RUU tersebut.
"Kalau benar illicit enrichment dihilangkan, itu langkah mundur. Justru seharusnya ketentuan itu menjadi roh dari perampasan aset. Bagaimana kita bisa membuktikan hasil kejahatan kalau tidak ada mekanisme untuk mengategorikan kekayaan yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya?” tandasnya.
Selain percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset, lanjut Novel pembatasan penggunaan uang kartal dalam transaksi besar juga perlu dilakukan.
Sebab uang tunai sering digunakan dalam transaksi suap karena sulit dilacak.
"Suap itu hampir pasti pakai uang tunai. Kalau kita bisa batasi penggunaan uang kartal untuk transaksi di atas jumlah tertentu, maka akan mempersempit ruang gerak koruptor," ujarnya.
- 1
- 2